Di Tunis, tradisi Ramadan juga diuji. Bantuan makanan yang merupakan tradisi umum selama bulan suci telah berkurang, lantaran para donatur sekarang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk diri mereka sendiri.
Mohamed Malek, seorang mahasiswa dan relawan berusia 20 tahun, telah mengumpulkan sumbangan makanan Ramadan selama bertahun-tahun.
"Keranjang sumbangan kami biasanya penuh dalam satu jam, tetapi tahun ini tidak demikian," katanya kepada AFP.
"Beberapa orang bahkan mengatakan kepada kami 'mari kita cari makanan untuk diri kita sendiri dulu'."
Di Lebanon, jaringan sedekah lokal terhambat akibat krisis Ukraina. "Solidaritas kuat yang muncul terutama di bulan-bulan seperti Ramadan akan diuji secara dramatis tahun ini," kata Bujar Hoxha, Direktur Care International Lebanon.
"Hiperinflasi dan melonjaknya harga pangan di pasar lokal membuat bulan Ramadan yang telah lama ditunggu-tunggu bagi banyak orang Lebanon menjadi tantangan," katanya kepada AFP.
Banyak yang akan "berjuang untuk menyajikan hidangan buka puasa ke meja makan."
Masalah yang besar
Di Mesir, yang merupakan importir gandum terkemuka dari negara-negara bekas Soviet, umat Islam di sana terpaksa mengurangi pengeluaran mereka menjelang Ramadan.
Baca Juga: Pantai Pancur Jadi Lokasi Pemantauan Hilal Ramadhan 2022 di Banyuwangi
Sebelumnya, Presiden Abdel Fattah al-Sisi memerintahkan pembatasan harga pada roti yang tidak disubsidi setelah invasi Rusia memicu kenaikan 50 persen. Mata uang lokal juga kehilangan 17 persen nilainya.
"Kalau dulu ada yang beli sayur tiga kilogram, sekarang hanya beli satu,” kata Om Badreya, seorang pedagang kaki lima di Kairo barat.
Di Somalia, orang-orang bersiap menjalani Ramadan yang suram karena kenaikan harga telah memangkas daya beli dari 15 juta penduduk.
Ramadan "akan jauh berbeda karena harga bahan bakar dan makanan meroket", kata penduduk Mogadishu, Adla Nur.
Bahkan Arab Saudi negara yang kaya minyak pun merasa terjepit.
"Semuanya semakin mahal ... setiap kali saya membayar sekitar 20-30 riyal (Rp76 ribu-114 ribu) lebih untuk produk yang sama," kata Ahmad al-Assad, seorang pegawai sektor swasta berusia 38 tahun. Namun, kondisi yang berbeda terjadi di Qatar.