"Di Jerman," kata Sabine Tschainer-Zangl, "diperkirakan ada sekitar 30% warga yang berusia di atas 67 tahun yang mengalami trauma perang, dan ini sekarang muncul kembali."
Ada juga rasa bersalah dan malu
Namun, karena Jerman pada Perang Dunia Kedua merupakan pihak yang melakukan agresi dan bertanggung jawab atas penderitaan yang tak terukur besarnya, ada perasaan "malu dan bersalah.
Ini membuat orang sulit menghadapi trauma dan menanganinya," kata Sabine Tschainer-Zangl.
Klaus Gradowski, 74 tahun, termasuk generasi anak-anak pascaperang yang dibesarkan setelah Perang Dunia Kedua berakhir.
Namun, dia sempat bermain-main di reruntuhan kota Berlin, yang dulu hancur.
"Saya merasa bahwa gambar yang saya lihat sekarang dari Ukraina jauh lebih buruk daripada apa yang saya lihat saat itu, sebagai seorang anak yang tinggal di Berlin yang mengalami pemboman," katanya kepada DW.
Mantan pekerja konstruksi itu memiliki satu ketakutan besar: "Mungkin perang dunia baru atau perang nuklir akan dimulai," katanya.
"Saya takut tidak akan ada yang tersisa dari dunia ini."
Baca Juga: Perang Ukraina: Seberapa Besar Biaya yang Dikeluarkan Rusia Sejauh Ini?
Ingrid Wild-Lüffe, psikolog yang mengkhususkan diri pada trauma, mengatakan tidak mengherankan bahwa orang-orang di Jerman mengalami ketakutan dan membayangkan bahwa dunia akan segera berakhir.
Apalagi perang di Ukraina terjadi hanya 1.400 kilometer dari Jerman.
"Gambaran perang ini menciptakan perasaan kehilangan kendali secara besar-besaran. Itu membuat orang sangat takut," katanya. (hp/ha)
