Cerita Pasutri Asal India yang Selamat dari Perang Ukraina dan Pembajakan

SiswantoBBC Suara.Com
Minggu, 08 Mei 2022 | 11:21 WIB
Cerita Pasutri Asal India yang Selamat dari Perang Ukraina dan Pembajakan
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sepasang suami-istri asal India akhirnya bersatu kembali di rumah mereka di Negara Bagian Kerala, setelah masing-masing selamat dari dua konflik internasional.

Akhil Reghu, 26 tahun, termasuk di antara tujuh pelaut India yang disekap pemberontak Houthi setelah kapal kargo sipil yang diawakinya dibajak di Laut Merah pada Januari lalu.

Istrinya, Jithina Jayakumar, 23 tahun - yang tengah mengenyam pendidikan kedokteran di Ukraina - kemudian mulai mengirim email dan menelepon para pejabat pemerintah guna memastikan agar Akhil pulang dengan selamat.

Namun begitu Rusia menginvasi Ukraina pada Februari, Jithina menghadapi cobaan lain - dia harus bertahan di negara yang dilanda perang sambil tetap memperjuangkan nasib sang suami.

Akhil dan rekan-rekannya akhirnya dibebaskan pekan lalu setelah menghabiskan 112 hari di rumah tahanan di Yaman.

Sekarang, Akhil dan Jithina kembali ke Distrik Kochi di Kerala, tempat ayah Jithina dirawat karena kanker.

"Saya tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Empat bulan ini terasa seperti antara hidup dan mati," ujar Jithina kepada BBC Hindi.

Baca juga:

Disekap di kapal

Baca Juga: Lawan Invasi Rusia, Band Ukraina Antytila Kolaborasi dengan Ed Sheeran

Akhil dan Jithina menikah di Kerala pada Agustus 2021 lalu. Sebulan kemudian, Akhil bergabung dengan Rwabee, kapal kargo berbendera Uni Emirat Arab, sebagai anak buah kapal di bagian geladak.

Sementara itu, Jithina kembali ke Universitas Kedokteran Kyiv, tempat dia berkuliah sebagai mahasiswa tahun keenam.

Pada pagi hari, 2 Januari 2022, para awak kapal Rwabee mendengar tembakan dari buritan kapal.

"Sekitar 40 orang dengan perahu kecil telah mengepung kapal. Mereka semua naik ke kapal.

"Saat itulah kami menyadari kapal telah dibajak," kata Sreejith Sajeevan, pekerja bagian tangki minyak di kapal itu, kepada BBC Hindi.

Dia adalah rekan kerja Akhil yang juga ditawan kelompok pemberontak Houthi. Akhil sendiri terlalu trauma untuk menceritakan apa yang dialaminya.

Pemberontak Houthi menguasai Rwabee lantaran mereka mengira kapal itu membawa perlengkapan militer ke Arab Saudi.

Yaman dikoyak konflik antara pemerintah yang didukung Saudi dan kelompok pemberontak selama lebih dari tujuh tahun terakhir.

Kelompok pembajak memindahkan 11 ABK secara bergiliran setiap 15 hari antara kapal dan sebuah hotel di ibu kota Yaman, Sanaa, ungkap Sajeevan.

"Kami ditahan di ruangan dengan satu kamar mandi dan tidak diizinkan keluar.

"Tapi mereka memberi tahu kami bahwa kami dapat memesan apa pun yang ingin kami makan dari di kertas menu," kata Sajeevan.

Baca juga:

Mereka lebih sering berada di dalam ruangan selama penahanan, dan hanya mendapatkan sedikit sinar matahari ketika berada di atas kapal.

Para sandera ketakutan dengan pemboman di Kota Sanaa, yang dikendalikan oleh kelompok Houthi.

"Kami melihat di TV bahwa satu bangunan sekolah dibom hanya 100 meter dari hotel kami," ungkap Sajeevan.

Selama dua bulan pertama, para tawanan diizinkan untuk berbicara dengan keluarganya melalui sambungan telepon setiap 25 hari sekali - hal ini kemudian dikurangi menjadi dua minggu sekali.

Sajeevan mengatakan para penculik awalnya bersikap agresif, tetapi menjadi lebih santai ketika mereka menyadari para sandera "tidak bersalah".

Salah seorang pemberontak, yang bisa berbahasa Inggris, akan menerjemahkan percakapan di antara mereka.

"Setiap kali kami bertanya kepada mereka kapan kami akan dibebaskan, mereka hanya akan mengatakan Insya Allah," kata Sajeevan.

Berlindung di bunker

Di Kyiv, Jithina menyadari ada yang tidak beres ketika suaminya tidak menjawab teleponnya selama berhari-hari.

Dia baru mengetahui kemudian dari kakak laki-lakinya, yang bekerja di perusahaan pelayaran yang sama, bahwa kapal itu telah dibajak.

Jithina segera menghubungi para pejabat pemerintah di India untuk mencari bantuan, sementara teman-temannya memasak untuknya dan memberikan dukungan.

Ketika perang Ukraina dimulai, Jithina dan teman-temannya terpaksa berlindung di bunker bawah tanah. Bersama orang-orang India yang awalnya berjuang untuk meninggalkan Kyiv, Jithina merasa harapannya meredup.

"Saya merasa tidak ada yang bisa mengeluarkan kami dari sana," ungkapnya.

Di Yaman, suaminya melihat berita perang di TV dan menjadi sangat khawatir.

"Ketika kami berbicara dengan keluarga kami, kami menyadari bahwa itu adalah situasi yang sangat sulit. Kami tidak tahu apa yang terjadi," kata Sajeevan.

Akhirnya, Jithina berhasil meninggalkan Ukraina sekitar pekan kedua Maret, dengan menumpang kereta api ke Hongaria dan kemudian terbang ke India.

Ketika sampai di rumah, dia melanjutkan upayanya untuk menghubungi para pejabat pemerintah agar suaminya dibebaskan.

Ramachandran Chandramouli, Duta Besar India untuk Djibouti - tempat Kedutaan India untuk Yaman beroperasi sementara - adalah sumber dukungan yang besar, jelasnya.

"Dia berhubungan dengan semua keluarga. Kami bisa menghubunginya kapan saja. Dia mengatakan kepada kami bahwa mereka akan dibebaskan tetapi itu akan memakan waktu," kata Jayakumar.

Akhirnya tiba di rumah

Pada April, koalisi pimpinan Saudi dan pemberontak Houthi menyetujui gencatan senjata selama dua bulan saat bulan suci Ramadan tiba.

Pemerintah India kemudian berhasil membebaskan para pelaut dengan bantuan Oman dan negara-negara lain.

Jithina mengatakan dia baru mempercayai berita itu ketika suaminya meneleponnya dari telepon genggamnya sendiri.

Dia akhirnya tiba di Kerala minggu lalu dengan membawa seuntai kalung dan jambiya - belati tradisional Yaman - untuknya, yang diberikan kepadanya oleh para penculiknya.

Kepulangan mereka, ungkap Sajeevan, terasa seperti "kelahiran kembali".

Akhil, ujar istrinya, sangat terdampak akibat peristiwa yang dialaminya.

"Dia kehilangan banyak berat badan dan ada lingkaran hitam di sekitar matanya," ungkapnya.

Bagaimana dia mampu melewati pengalaman buruk itu?

"Setiap kali saya putus harapan, saya berdoa. Saya tidak membiarkan diri saya menangis karena orang tua kami akan lebih tertekan.

"Sebaliknya, saya menangis diam-diam di kamar mandi," kata Jithina.

"Saya tidak tahu bagaimana saya mengatasinya. Tapi saya memiliki keyakinan bahwa dia akan kembali."


Anda mungkin tertarik dengan tayangan ini:


BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI