Menteri PPPA Soroti Vonis 9,5 Tahun Pelaku Kekerasan yang Tewaskan Balita di Medan

Kamis, 25 Desember 2025 | 18:27 WIB
Menteri PPPA Soroti Vonis 9,5 Tahun Pelaku Kekerasan yang Tewaskan Balita di Medan
Menteri PPPA Arifah Fauzi (suara.com/Lilis Varwati)
Baca 10 detik
  • Menteri PPPA menyoroti vonis 9,5 tahun penjara kasus kematian balita di Medan, menilai hukuman belum adil.
  • Vonis tersebut jauh di bawah ancaman pidana maksimal 15 tahun berdasarkan UU Perlindungan Anak yang berlaku.
  • Kemen PPPA tindak lanjuti dengan memperkuat pendampingan UPTD PPA dan mendorong peradilan ramah anak.

Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyoroti vonis 9,5 tahun penjara terhadap pelaku kekerasan yang menyebabkan seorang balita meninggal dunia di Medan. 

Meski putusan tersebut tidak melanggar hukum positif, pemerintah menilai hukuman itu belum mencerminkan rasa keadilan bagi korban yang merupakan anak usia sangat rentan.

Arifah menyebut, kasus tersebut menunjukkan masih lemahnya keberpihakan sistem peradilan terhadap korban anak. Padahal, kekerasan dilakukan oleh orang dewasa, dalam relasi kedekatan dan kepercayaan, serta berujung pada kematian korban.

“Korban merupakan balita yang berada pada usia sangat rentan. Dalam kondisi seperti ini, penting bagi seluruh proses penegakan hukum untuk mempertimbangkan secara menyeluruh dampak yang dialami anak sebagai korban,” ujar Arifah dalam keterangannya, Kamis (25/12/2025).

Ia mengingatkan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah mengatur ancaman pidana maksimal hingga 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar bagi pelaku kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian. Namun, vonis yang dijatuhkan pengadilan masih berada jauh di bawah batas maksimal tersebut.

Menurut Arifah, persoalan bukan semata soal angka hukuman, tetapi tentang pesan keadilan yang disampaikan negara kepada publik. Vonis yang terlalu ringan berpotensi melemahkan efek jera dan mengaburkan posisi anak sebagai kelompok paling rentan yang seharusnya dilindungi secara maksimal.

“Kemen PPPA memandang penanganan perkara kekerasan terhadap anak perlu dilakukan secara hati-hati, proporsional, dan berorientasi pada perlindungan hak hidup serta keselamatan anak,” tambahnya.

Sebagai tindak lanjut, Kemen PPPA memperkuat peran Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) untuk memberikan pendampingan sejak tahap awal penanganan perkara hingga proses persidangan. 

Pendampingan ini diharapkan memastikan kondisi fisik, psikis, dan sosial korban, serta keluarga, ikut menjadi pertimbangan dalam proses hukum.

Baca Juga: Makan Bergizi Gratis Jadi Andalan Tekan Stunting di Tamansari Bogor

Di sisi lain, Kemen PPPA juga terus mendorong penerapan pedoman peradilan ramah anak dan memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum. Masukan kebijakan kepada Mahkamah Agung juga disiapkan guna mendorong sistem peradilan yang lebih berpihak pada anak sebagai korban.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI