Media ramai menyoroti masalah yang menimpa negara Sri Lanka, usai Presiden Gotabaya Rajapaksa memutuskan akan mengundurkan diri pada 13 Juli 2022. Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri setelah krisis ekonomi melanda dan memicu aksi protes besar-besaran dari rakyat Sri Lanka.
Permasalahan yang ada di masyarakat ini hingga membuat masyarakat menggeruduk kediaman Presiden Gotabaya Rajapaksa. Bahkan, massa sampai renang di kediaman presiden dan dikabarkan menemukan setumpuk uang.
Lantas, bagaimana awal mula krisis Sri Lanka?
Awal Mula Krisis Sejak 2019
Krisis yang terjadi di negara tersebut sebenarnya sudah ada sejak tahun 2019 lalu. Krisis tersebut bermula saat terjadi insiden pengeboman di Kolombo dan kota-kota lain pada bulan April 2019. Kejadian tersebut menewaskan lebih dari 250 orang.
Kejadian tersebut membuat industri pariwisata negara tersebut terpuruk, terlebih lagi ditambah dengan hadirnya pandemi Covid-19. Para turis meninggalkan negara Sri Lanka hingga membuat arus mata uang asing menyusut tajam dan pengiriman uang dari 1,5 juta pekerja Sri Lanka yang tinggal di luar negeri anjlok.
Tidak hanya itu, Sri Lanka juga mendapatkan pukulan inflasi yang tinggi dari krisis rantai pasok global. Permasalahan negara tersebut tidak berhenti sampai situ, harga komoditas setelah invasi Rusia ke Ukraina juga membuat keadaan negara tersebut semakin memburuk. Hal tersebut tentu saja memicu kenaikan biaya impor, penurunan cadangan devisa, kekurangan pasokan, dan inflasi yang tinggi.
Sisi lain ada yang menyebut bahwa krisis yang terjadi di negara Sri Lanka disebabkan oleh perangkap utang China. Hal tersebut diungkap oleh beberapa ahli, mereka menyebut bahwa China menjerat negara-negara berkembang dengan pinjaman besar-besaran.
Utang Sri Lanka kepada China menyumbang sekitar 10% dari total pinjaman luar negeri, angka tersebut hampir setara dengan utang ke Jepang. Namun, beberapa ahli mengatakan bahwa angka tersebut hanya mencakup pinjaman dari pemerintah China dan tidak termasuk utang perusahaan milik China.
Baca Juga: Selain Sri Lanka, 7 Negara Ini Juga Terancam Bangkrut Akibat Inflasi 'Gila-gilaan'
Sri Lanka merupakan salah satu negara di antara banyaknya negara lain yang menghutang ke China, serta menghadapi berbagai permasalahan seperti dampak Covid-19 dan perang Ukraina. Namun, yang menjadi pembeda antara Sri Lanka dengan negara lain adalah permasalahan kepemimpinan.
Diketahui, keluarga Rajapaksa sudah sejak lama mendominasi politik yang ada di Sri Lanka. Di tahun 2005, saudara dari Gotabaya Rajapaksa, Mahinda Rajapaksa, seorang legislator lama memenangkan pemilihan presiden dan menunjuk adiknya, Gotabaya yang juga seorang mantan perwira militer sebagai menteri pertahanan.
Empat tahun menjalani masa jabatannya, pasangan tersebut kemudian berhasil menumpas pemberontak Tamil yang berjuang untuk kemerdekaan wilayah utara dan timur. Hal tersebut merupakan pencapaian besar karena Sri Lanka berhasil mengakhiri perang saudara yang sudah terjadi selama 26 tahun.
Permasalahan sipil selesai, ekonomi Sri Lanka mulai menggeliat. Beberapa proyek seperti jalan, rel kereta api, pelabuhan, serta infrastruktur lainnya mulai pelan-pelan tertata. Turis asing kembali berdatangan ke negara tersebut.
Dilansir dari New York Times, Sri Lanka disebut sebagai tujuan wisata nomor satu dalam peringkat ‘Places to Go in 2010’. Euforia usai perang saudara juga memicu belanja konsumen, membantu mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 9,2% di tahun 2012.
Namun, seiring berjalannya waktu, Presiden Mahinda mulai menunjukkan kecenderungan otoriter. Mahinda kembali terpilih di tahun 2010, ia dengan kuasanya menunjuk Gotabaya dan anggota keluarga lain untuk memegang jabatan penting di pemerintahan.