Dengan bantuan komunitas setempat, ia mendirikan kuil di kawasan yang tadinya tempat pembuangan sampah. Tapi menurutnya ia sesuai dengan semangat Buddha yang mengubah keburukan menjadi keindahan.
"Seperti bunga lotus yang ditanam di lumpur dan tumbuh untuk berdiri tegak di bawah matahari, kuat saat diterpa angin, dan harum," ujarnya.
"Kita sekarang berada di tanah yang dulunya pembuangan sampah dan sekarang Buddha memberikan kebaikan, kasih sayang, kedermawanan, dan pendidikan."
Ia mengatakan meski ada banyak kuil Buddha di daerah itu, mereka punya peran di masyarakat dan untuk bersama-sama merayakan hari-hari besar dalam agama Buddha, seperti hari kelahiran Buddha.
"Sejarah Buddha di Australia dimulai sekitar tahun 1850an saat periode emas berlimpah di Australia, di mana ada banyak pendatang dari China yang paham soal agama dan filosofi China," kata Dr Halafoff.
"Biasanya campuran dan konfusianisme, Taoisme and Buddha."
Diperkenalkannya kebijakan "White Australia" di tahun 1901 yang hanya memperbolehkan warga kulit putih datang ke Australia, ada jumlah penurunan yang dramatis sebelum jumlahnya naik lagi.
"Sejak dihapuskannya kebijakan "White Australia" dan karena globalisasi, jumlah pendatang dari kawasan Asia terus bertambah, karenanya kita lihat peningkatan dramatis juga dari jumlah pemeluk Buddha di Australia."
Di awal tahun 2000-an, Buddha menjadi agama terbesar kedua di Australia setelah Kristen.
Baca Juga: Ulama Diharapkan Berperan Jaga Kerukunan Umat Melalui Ceramah yang Sejuk
Tu My Nguyen pernah menjadi pemuka Buddha selama 16 tahun dan ia datang ke Australia sebagai pelajar internasional dari Vietnam saat masih remaja.