Dia juga menjelaskan, Masjid Agung ini tidak sebatas melaksanakan ibadah sholat berjamaah dan syiar Islam saja, namun menurutnya, masjid yang dibangun oleh Raja Pakubuwono III pada tahun 1763 ini kerap menggelar forum diskusi lintas agama untuk mengedukasi masyarakat umum akan pentingnya toleransi antar umat beragama.
“Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk merawat kerukunan. Islam itu rahmatan lil’alamin (pembawa rahmat, cahaya dan keberkahan bagi alam semesta). Kami merangkul Forum Lintas Agama dan beberapa organisasi lainnya untuk meningkatkan wawasan terkait tradisi serta meningkatkan solidaritas dan toleransi untuk menangkal gelombang radikalisme yang marak terjadi," kata Basid.
Basid menuturkan, kegiatan tersebut diharapkan dapat mengurangi potensi tindakan yang mencederai kerukunan antar umat beragama dan mampu meredam berkembangnya paham-paham negatif yang beredar di masyarakat.
“Di Masjid Agung ini, kami tidak boleh mengembangkan ajaran atau ceramah yang tidak mencerminkan moderasi beragama. Kalau ada pemuka agama ingin ceramah di sini, maka kita biasanya akan diseleksi terlebih dulu. Penting untuk berkonsultasi dengan pihak Keraton Surakarta, dengan Pemerintah, Dewan Masjid Indonesia dan segenap pengurus Masjid Agung Surakarta agar terhindar dari peristiwa yang dapat menimbulkan kegaduhan. Yang berceramah di sini (Masjid Agung) tidak boleh menyerang ormas (organisasi masyarakat) lain. Kami juga tidak dibenarkan menyerang program-program pemerintah dan wajib mengedepankan ukhuwah Islamiyah," pungkasnya.