Kelenteng Tien Kok Sie Sebagai Simbol Ragam Budaya di Indonesia

Rabu, 14 Desember 2022 | 17:55 WIB
Kelenteng Tien Kok Sie Sebagai Simbol Ragam Budaya di Indonesia
Kelenteng Tien KoK Sie, Solo, Jawa Tengah. (Dok: Kanwil Kemenag)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bangunan berarsitektur khas Tionghoa bernama Tien Kok Sie, yang terletak di selatan Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, disebut-sebut sebagai klenteng tertua di Indonesia. Didominasi corak interior dan eksterior berwarna merah dan aksen kuning emas, klenteng ini berdiri gagah diantara bangunan-bangunan modern lainnya.

Hampir semua struktur bangunan Kelenteng Tien Kok Sie masih otentik, karenanya pada tahun 1997, oleh pimpinan daerah yang berkuasa saat itu, Kelenteng Tien Kok Sie ditetapkan sebagai cagar budaya.

Di hari-hari tertentu, pengunjung Klenteng Tien Kok Sie meningkat. Bahkan pengunjungnya bukan hanya dari kalangan Khonghucu saja, melainkan juga mahasiswa, pelajar, anak-anak sekolah dan masyarakat yang notabene penganut agama lain pun memadati rumah ibadah tersebut.

Uniknya, pengunjung dapat mengambil foto di setiap sudut kelenteng selama tidak menganggu proses peribadatan.

Keindahan Kelenteng Tien KoK Sie, yang beralamatkan di Jl. RE, Martadinata No. 12 Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta tersebut telah termasyur, sehingga warga masyarakat yang kebetulan melintas di kawasan Pasar Gede pasti menyempatkan diri untuk berswafoto.

Menurut data dan informasi yang berhasil dihimpun oleh tim media dari Ketua Kelenteng Tien Kok Sie, Sumantri Dana Waluya, yang ditemui Minggu (11/12/2022) menjelaskan, selama kurun waktu satu tahun, terdapat 600 mahasiswa yang datang ke rumah ibadah penganut Konghucu itu.

“Seluruh penganut agama apapun boleh mendatangi kelenteng ini, karena ajaran kemanusiaan, kejujuran dan keadilan yang ditanamkan oleh para leluhur kami. Banyak yang datang ke sini untuk studi banding, untuk penelitian ataupun untuk foto-foto. Kami selalu terbuka demi terwujudnya rasa kekeluargaan, dengan demikian pengaruh positif dari kelenteng itu sendiri bisa berdampak pada masyarakat yakni tumbuhnya ketentraman antar umat beragama," ungkapnya.

Menurut Sumantri, Kelenteng Tien Kok Sie pernah diintervensi pada zaman orde baru pimpinan Soeharto.

“Represi pemerintah terhadap penganut yang beribadah di kelenteng sangat keras. Penganut Konghucu yang mayoritas keturunan Tionghoa dilarang melakukan aktifitas ibadah di tempat umum. Kelenteng ini pun terkena dampaknya, Tien Kok Sie pun ditutup. Hak-hak sebagai masyarakat sipil yang menganut kepercayaan pada suatu ajaran dirampas," katanya.

Baca Juga: Sejarah Kelenteng Hong San Kiong Jombang

"Kelenteng baru dibuka kembali ketika Abdurrahman Wahid berkuasa. Ketika itu tahun 2000, Gus Dur mengeluarkan Kepres No 6 yang berisi pencabutan instruksi presiden nomor 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina sekaligus memberikan kebebasan kepada masyarakat etnis Tionghoa untuk menganut agama, kepercayaan dan adat-istiadatnya termasuk merayakan Imlek, Cap Go Meh. Walaupun ajaran Konghucu sudah berumur ratusan tahun, tetapi di Indonesia baru diakui sebagai agama pada tahun 2000," tambah pria berumur 65 tahun ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI