Akar Masalah Konflik Internal Keraton Surakarta, Sudah Berlarut Selama 18 tahun

Farah Nabilla Suara.Com
Senin, 26 Desember 2022 | 14:41 WIB
Akar Masalah Konflik Internal Keraton Surakarta, Sudah Berlarut Selama 18 tahun
Kondisi Keraton Kasunanan Surakarta di malam hari. Keraton memutuskan tak menggelar kirab Malam Satu Suro. [Suara.com/Budi Kusumo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Konflik mereda pada 2012

Setelah bertahun-tahun Keraton Solo terbagi dua kubu dan masing-masing saling mengklaim sebagai penerius PB XII yang sah, konflik di internal keraton tersebut sempat mereda pada 2012.

Sempat terjadi upaya perdamaian yang diinisiasi oleh Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu masih menjabat sebagai Wali Kota Solo dan anggota  DPR RI Mooryati Sudibyo.

Upaya untuk mendamaikan kedua kubu tersebut dilakukan di Jakarta. Hasilnya, kubu Hangabehi dan Tedjowulan sepakai untuk berdamai dan menandatangani akta rekonsiliasi.

Kedua kubu juga sepakat menyatakan Hangabehi tetap menjadi raja Solo dengan gelar Pakubowono XIII atau PB XIII.

Sementara Tedjowulan disepakati menjadi Mahapatih dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung.

Namun tiba-tiba Gusti Moeng san saudara-saudaranya menyatakan tidak menyepakati hasil rekonsiliasi tersebut. Mereka lalu mendirikan Lembaga Dewan Adat (LDA) lalu menyewa pendekar untuk menyandera PB XIII dan Mahapatih.

Gusti Moeng dan LDA juga melakukan kudeta terhadap PB XIII dan menilai raja baru tersebut telah melakukan sejumlah pelanggaran.

Selain itu, LDA juga melarang PB XIII serta pendukungnya menginjakkan kakinya di area Keraton Solo. LDA juga menutup dan mengunci sejumlah pintu masuk keraton.

Baca Juga: Respons Ganjar Terkait Kisruh Keraton Surakarta: Ayo Berembuk, Wong Masih Keluarga Sendiri

Atas tindakan itu, PB XIII Hangabehi yang telah bersatu dengan KGPH Panembahan Agung Tedjowulan tak bisa bertahta di Keraton Solo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI