Pemilu nasional pertama di Indonesia dilaksanakan dua kali untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan anggota Konstituante pada 25 Desember 1955.
Pemilu tahun 1955 menggunakan sistem proporsional yang artinya kursi yang tersedia dibagikan pada partai politik sesuai dengan imbangan perolehan suara yang didapat oleh partai politik itu.
2. Pemilu 1971
Setelah pemerintahan Presiden Soekarno, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia (MPRS) menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Kemudian pada 27 Maret 1968, Soeharto ditetapkan sebagai Presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS.
Terkait pembagian kursi dalam pemilu 1971, mereka menggunakan UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagai dasar sehingga semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Pemilu 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan 1 ormas yakni NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Ktolik, Partai Murba, IPKI, PNI, serta Golkar. Dari pemilu 1971 ini, Golkar ditetapkan sebagai parpol dengan suara terbanyak diikuti NU, PNI dan Parmusi.
3. Pemilu 1982, 1989, 1992, dan 1997
Presiden Soeharto memerintah selama 32 tahun dengan 6 kali penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. Untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ditentukan dari hasil Sidang Umum MPR. Walau Soeharto menjadi Presiden selama 32 tahun, Wakil Presiden selalu berganti setiap periode.
4. Pemilu 1999
Dengan bergulingnya pemerintahan Soeharto membuat pemilu dipercepat dan dilaksanakan pada tahun 1999. Padahal, seharusnya pemilu diadakan lagi pada 2002. Dengan persiapan singkat, pemilu 1999 diselenggarakan pada 7 Juni 1999 yang terlaksana secara damai tanpa ada kekacauan.
Baca Juga: IKP Kota Bandung Masuk Level Rawan Sedang, Bawaslu Minta Masyarakat Waspada
Pembagian kursi dalam pemilu 1999 menggunakan sistem proporsional. Beda dari pemilu sebelumnya, penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah tempat seseorang dicalonkan.