Suara.com - Kasus korupsi proyek satelit 123' Bujur Timur (BT) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2021 kini kembali bergulir. Terdakwa baru pun telah ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), yaitu WNA asal Amerika Serikat bernama Thomas Anthony Van Der Heyden.
Terdakwa lain yang juga telah ditangkap merupakan mantan pejabat tinggi di Kementerian Pertahanan dan komisaris utama dari beberapa perusahaan. Kini, persidangan para terdakwa sempat tertunda karena adanya kendala bahasa dari WN Amerika yang tidak hadir persidangan bersama penerjemahnya pada Kamis, (02/03/2023) kemarin.
Simak inilah fakta-fakta kasus korupsi satelit Kemenhan selengkapnya.
1. Jumlah kerugian hampir setengah triliun
Kasus pengadaan proyek satelit ini ternyata merugikan negara hampir setengah triliun.
“Para terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp453.094.059.540,” kata penuntut koneksitas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis, (02/03/2023) kemarin.
Kasus ini pun melibatkan pejabat internal Kemhan dan pihak swasta yang menjalin kerjasama dengan Kemhan.
2. Proyek dibuat dengan dalih menyelamatkan negara
Proyek pengadaan satelit dengan orbit ini pun awalnya dilatarbelakangi karena Arifin Wiguna, Komisaris PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) sebagai perusahaan telekomunikasi berlisensi di Indonesia mengamati pergerakan Satelit Garuda-1 yang mengalami keadaan yang tidak normal karena bahan bakar habis, sehingga satelit tidak dapat bermanuver untuk menjaga stasiun (station keeping) untuk berada tetap di slot orbitnya.
Baca Juga: Dugaan Korupsi di Kemenhan, KPK Periksa Pensiunan Terkait Pengadaan Kapal TNI
Hal ini pun membuat PT DNK merekomendasikan penonaktifan (decommission) Operasi Satelit Garuda-1. Pihak PT DNK pun akhirnya mengirimkan surat atas kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang saat itu dijabat oleh Rudiantara untuk pengembangan slot orbit. Arifin pun berdalih bahwa pengadaan proyek satelit ini demi menyelamatkan negara.
3. Mantan Dirjen Menhan sempat menolak proyek
Rudiantara pun melempar proyek pengadaan ini ke Menhan karenaproyek slot Orbit 123 derajat ini sudah diserahkan ke Kemenhan.
Mendengar hal itu, Arifin bersama rekannya Surya Cipta Witoelar serta Thomas Anthony menemui Laksma Agus Purwoto yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan RI (Kuathan) dan menjelaskan "misi" penyelamatan Slot Orbit 123 derajat BT tersebut dengan dukungan dari konsultan ahli satelit dan para investor.
Arifin pun menyebut bahwa kerja sama tersebut akan menguntungkan dengan pembagian 40 persen untuk kepentingan Kemenhan dan sisanya 60 persen untuk kepentingan komersial. Namun Agus sempat menolak karena mengaku Kemenhan tidak ada anggaran untuk pengadaan orbit tersebut.
4. Penyelewengan dana sewa satelit hingga digugat