Suara.com - Pengelola panti asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya Medan, Sumatera Utara, Zamaneuli Zebua ditetapkan sebagai tersangka karena mengeksploitasi 26 anak di panti demi mendapat donasi. Dalam sebulan Zamaneuli dan istrinya memperoleh keuntungan berkisar Rp 20 juta-Rp 50 juta yang digunakan untuk keperluan pribadi.
Zamaneuli mulai menjalankan aksinya pada awal tahun 2023. Dia banyak mengunggah video anak panti yang menampilkan kesedihan demi mendapat saweran dari para netizen di aplikasi TikTok. Simak modus pengelola panti asuhan di Medan ngemis di TikTok berikut ini.
1. Bayi 2 Bulan Disuapi Bubur
Kasus eksploitasi anak panti ini berawal dari viralnya video siaran langsung (live) TikTok akun @Zamanueli. Dalam video itu, Zamaneuli dengan santainya menyuapi bayi yang masih berusia 2 bulan dengan bubur. Hal yang paling membuat netizen geram karena bayi itu disuapi bubur saat tengah malam.
Setelah video TikTok-nya viral, Zamaneuli sempat meminta maaf dan mengaku sudah mengklarifikasi hal itu ke Dinas Sosial Kota Medan. Dia juga membantah tudingan bayi 2 bulan diberi makan bubur karena tidak ada persediaan susu. Zamaneuli mengatakan stok susu bayi itu masih tersedia dan lengkap.
2. Bayi Nangis Diupload ke TikTok
Zamaneuli juga kerap mengunggah momen bayi menangis di aplikasi TikTok demi mendapat donasi. Bahkan donasi yang berdatangan itu tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari luar negeri.
"Terutama (video) bayi menangis yang di-upload di media sosial TikTok. Beliau ada akunnya, dari situ beliau (pelaku) minta semacam donasi. Donasi berdatangan, bahkan ini bisa kita datakan. Tidak hanya dari Indonesia, tapi dari luar negeri,'' ungkap Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda di Mapolrestabes Medan pada Rabu (20/9/2023).
3. Jual Kesedihan 26 Anak Panti
Baca Juga: Respons Bobby Nasution soal Viral Guru SMPN 15 Medan Ngaku Diintimidasi-Gaji Ditahan Kepala Sekolah
Zamaneuli memanfaatkan 26 anak yang ada di pantinya. Dari 26 anak yang ada di panti, 4 orang masih balita dan 22 anak lainnya duduk di bangku SD dan SMP. Kabarnya sebagian anak berasal dari luar Kota Medan dan ada kesepakatan ekonomis setelah anak diserahkan ke pelaku.