Pilgub NTB: Tak Ada yang Berani Bicara Isu Perempuan, Para Calon Gubernur Dinilai Cari Aman

Senin, 11 November 2024 | 15:51 WIB
Pilgub NTB: Tak Ada yang Berani Bicara Isu Perempuan, Para Calon Gubernur Dinilai Cari Aman
Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) NTB, Miftahul Jannah [Suara.com/Buniamin]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Persoalan perempuan di Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat kompleks. Namun selama debat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTB berlangsung, persoalan perempuan jarang masuk dalam pembahasan.

"Ketiga paslon ini masih mencari jalan aman atau save away. Bahkan beberapa paslon tidak berani mengungkap soal perempuan. Pernikahan dini tidak ada yang menyingung," Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) NTB Miftahul Jannah.

Ia mengatakan sudah membaca berbagai program kerja yang sudah tertuang di dalam visi–misi ketiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.

Dari program kerja yang dibuat oleh para calon kepala daerah tersebut tidak ada satu pun yang menjelaskan secara jelas mengenai peran perempuan.

Baca Juga: Sikap Tak Netral Prabowo di Pilkada Jateng Dinilai Rusak Demokrasi, Bisa Dicontoh ASN dan Aparat Hukum

“Mereka belum punya konsep yang jelas tentang isu perempuan. Tidak ada solusi yang berani ditawarkan,” jelasnya.

Menurutnya, perempuan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan daerah. Tentu ini akan berdampak pada Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).

“Kita masih di bawah Papua, IDG ini dilihat dari partisipasi perempuan dalam ranah politik, pendidikan dan ekonomi,” terangnya.

Ia mencontohkan, program unggulan pasangan calon nomor 2 Zulkieflimansyah – Suhaili yaitu tentang industrialisasi. Namun pada pembahasan program ini menurutnya tidak ada pembahasan tentang perempuan.

"Padahal kan di industrialisasi itu yang paling banyak bergerak adalah perempuan. UMKM itu kan yang banyak perempuan. Laki-lakinya pengambil kebijakan," katanya.

Baca Juga: Didukung Prabowo di Pilgub Jateng, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Dianggap Cocok untuk Kolaborasi

Menurut Miftah, visi-misi yang dihadirkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTB ini masih bersifat umum. Belum menyentuh hal yang paling fundamental perihal perempuan.

Miftah menyebutkan ada sejumlah kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut masih terjadi. Paling mendekati itu, mereka (para paslon) tidak memiliki pengalaman pribadi dengan isu-isu perempuan.

“Kekerasan seksual, pernikahan dini, tingginya angka stunting, isu perempuan sebagai kepala keluarga, isu pekerja migran Indonesia, ini semuanya berkenaan dengan perempuan,” ujar Miftah.

Menurutnya, memperhatikan kepentingan perempuan harus menjadi isu utama. Karena perempuan pasti menjadi eksekutor program kerja pemerintah di tingkat akar rumput.

“Sebenarnya memasukkan perempuan di dalam isu program kerja bukan sesuatu yang tidak mungkin, dan ini sebenarnya memberikan nilai tawar yang lebih besar karena perempuan adalah pelaksana. Tetapi belum dimaksimalkan,” tandasnya.

Hal senada disampaikan oleh Akademisi UIN Mataram sekaligus Pegiat Gender dan Pengamat Politik, Purnami Safitri. Ia melihat masih minim pembahasan tentang persoalan perempuan dari ketiga paslon, meskipun dua paslon memiliki calon perempuan.

Pemangku kepentingan masih melihat kapasitas perempuan dan keterlibatannya di ruang-ruang publik, lebih banyak diberikan pada peran gender tradisional.

“Contohnya di organisasi desa, laki-laki senang kalau ada anggota perempuan, karena senang dibuatkan kopi, teh atau semacamnya, padahal sesama anggota organisasi, posisi mereka setara,” terang akademisi yang akrab disapa Nami ini.

Menurutnya, meski perempuan aktif di organisasi kemasyarakatan, jarang menempati posisi yang sangat strategis. Sehingga ketika posisinya tidak berada di ranah pengambilan kebijakan atau keputusan, akhirnya program kerja yang dirancang oleh organisasi tersebut, berjalan seperti apa adanya.

“Tidak pernah benar-benar mempertimbangkan kepentingan perempuan,” ujarnya.

Bukan tidak mungkin, kondisi serupa juga terjadi di lingkup pemerintah daerah (pemda). Karenanya, ia berharap, peran dan keterlibatan perempuan harus menjadi isu strategis bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.

Di samping itu, Nami juga mengingatkan, calon kepala daerah jangan selalu bertindak sebagai kepanjangan tangan partai politik (parpol) pendukung.

Sebab parpol itu tidak ideologis namun bersifat pragmatis.

“Calon kepala daerah kita seharusnya memiliki kebijakan yang kuat, bagaimana mereka mengangkat tema perempuan yang kemudian itu dituangkan secara rinci di program kerja,” tandasnya.

Kontributor Buniamin

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI