Diklaim Demi Wong Cilik, Pemerintah Diminta Lindungi Industri Tembakau Lewat PP Kesehatan

Kamis, 19 Desember 2024 | 20:53 WIB
Diklaim Demi Wong Cilik, Pemerintah Diminta Lindungi Industri Tembakau Lewat PP Kesehatan
Ilustrasi rokok kretek. [Shutterstock]

"Kurang lebih warnanya hitam, semua tulisan mereknya juga hitam. Jadi apakah dengan hitam itu nanti pada beli rokok itu atau tidak. Itu yang nanti kita lihat. Jadi di beberapa forum kita sampaikan bahwa sebagai pekerja kita tidak anti regulasi, tapi tolong dong kita sebagai pihak yang selalu terkena dampak dari regulasi ini diajak ngomong juga supaya regulasi yang dibuat ini komprehensif," jelasnya. 

"Regulasi ya silakan, tetapi kalau regulasi ini diterapkan ada yang terdampak, bagaimana ini, tolong dong dipikirkan Nah kemarin waktu di Kementerian Kesehatan juga saya ngomong sebetulnya Kementerian
Kesehatan itu yang paling banyak makan uang rokok," imbuhnya. 

Selain itu di lokasi, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia,  Garindra menolak PP 28 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU 17/2023).

Ia menjelaskan cacat hukum pertama pada PP 28 karena bertentangan dengan UU 17/2023. Mengacu pada Pasal 152 UU 17/2023, produk tembakau dan tembakau alternatif harus diatur dalam regulasi tersendiri.

Regulasi tersebut dinilai perlu direvisi karena berpotensi mengancam kelangsungan industri pelaku usaha hingga membatasi hak konsumen perokok dewasa mengakses produk tembakau alternatif.

"Rokok elektrik yang kami sangat kagetkan itu di PP-28 adalah kami diatur hampir serupa dengan pengaturan untuk rokok konvensional. Pemahamannya kenapa dibagi menjadi 2 ayat terpisah adalah bahwa memang kedua produk ini sebaiknya diatur terpisah," tukasnya. 

"Itulah maksud dari para penyusun Undang-Undang Kesehatan, tapi ternyata hanya harus digabung lagi dan setelah digabung pun diaturnya hampir serupa, nah ini yang sangat berat bagi kami," ujarnya. 

Terakhir, Analisis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani mengatakan pemerintah mempunyai sebuah kebutuhan yang sangat panjang. Khususnya soal industri tembakau dari hulu sampai hilir dan melibatkan begitu banyak pemangku kepentingan. 

Sehingga kemudian, kata dia, ketika pemerintah mendesain sebuah kebijakan, makan harus melihat kebutuhan masyarakat yang sedang berkembang dan bagaimana keuangan negara. 

Baca Juga: Koar-koar Cuma Diperiksa jadi Saksi, Budi Arie Tebar Ultimatum: Berhenti Sebar Fitnah Nanti Kebakar Sendiri

"Kita kembali ke keuangan negara dari 230 triliun target 2025 yang nanti naik, sebenarnya kan kita melihat bahwa pemerintah itu juga punya harapan. Jadi kalau menurut saya, daripada pemerintah sibuk untuk mendegradasi tentang sebuah produk, lebih baik mereka itu lebih fokus pada penegakan hukum untuk memberantas rokok yang ilegal," tuturnya. 

"Studi kita sekitar 5-10% itu ilegal loh. Jadi artinya, udah lah, pemerintah fokus di pemberantasan aja, gitu loh. Karena toh faktanya, mereka juga mengharapkan penerimanya naik terus," pungkasnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI