Fakta-fakta Putusan MK yang Hapuskan Ketentuan Presidential Threshold

Jum'at, 03 Januari 2025 | 10:41 WIB
Fakta-fakta Putusan MK yang Hapuskan Ketentuan Presidential Threshold
Suasana sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/rwa]

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold dalam pasal 222 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu.

Putusan tersebut berlaku secara final dan mengikat setelah Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan nomor 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis (2/1/2025). Dalam putusan tersebut, terdapat sejumlah fakta unik yang dirangkum Suara.com sebagai berikut:

1. Presidential Threshold Langgar Konstitusi

Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa ketentuan presidential threshold melanggar konstitusi pada Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Sebab, presidential threshold sebagaimana diatur dalam pasal 222 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu dinilai berpotensi menghalangi pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terbatas.

“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidanya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra, Kamis (2/1/2025).

2. Prosentase Presidential Threshold Tak Sesuai UUD 1945.

MK juga mengungkapkan alasan tidak hanya mengurasi prosentase presidential threshold dalam putusannya, tetapi justru menghapusnya.

Sebab, menurut Mahkamah, berapa pun prosentase presidential threshold tidak sesuai dengan UUD 1945 karena dianggap bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.

Baca Juga: MK Usul Parpol yang Tidak Usung Pasangan Capres dan Cawapres Dilarang Ikut Pemilu

MK juga menilai, aturan itu melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi serta bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka prosentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ucap Saldi.

3. Parpol Peserta Pemilu Bisa Usung Capres dan Cawapres

MK dalam putusannya memperbolehkan semua partai politik peserta pemilu untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden.

Hal ini disebut bisa menimbulkan potensi jumlah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terlalu banyak sesuai dengan jumlah partai politik yang dinyatakan sebagai peserta pemilu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI