Militer Israel berdalih bahwa operasi mereka, termasuk insiden di Beit Lahiya, bertujuan menggagalkan ancaman dari “teroris” yang mendekati pasukan atau menanam bahan peledak di dekat wilayah operasi mereka.
Sementara itu, kepala Hamas di Gaza yang diasingkan, Khalil Al-Hayya, mengunjungi Kairo pada hari Sabtu untuk melanjutkan perundingan gencatan senjata.
Pembicaraan ini bertujuan menyelesaikan ketegangan dengan Israel yang dapat memicu kembalinya pertempuran di Gaza.
Sehari sebelumnya, Hamas menyatakan siap membebaskan Edan Alexander, warga negara ganda Amerika-Israel yang disandera sejak serangan 7 Oktober 2023, asalkan Israel memulai fase kedua negosiasi.
Alexander, prajurit berusia 21 tahun asal New Jersey, menjadi salah satu dari 251 sandera yang ditawan Hamas dalam serangan yang menewaskan 1.200 orang di Israel selatan.
Israel menyebut tawaran Hamas sebagai perang psikologis dan bersikeras memperpanjang fase pertama gencatan senjata, sebuah usulan yang didukung utusan AS, Steve Witkoff.
Namun, Hamas menegaskan bahwa pembebasan sandera hanya akan dilanjutkan pada fase kedua yang mengarah pada akhir perang permanen.
Konflik ini berakar dari serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang memicu respons militer Israel di Gaza.
Hingga kini, lebih dari 48.000 warga Palestina tewas akibat serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sementara wilayah itu hancur lebur.
Baca Juga: Tertawa Saat Bahas Situasi Gaza, Menteri Polandia Dicecar Habis-habisan oleh Anggota Parlemen Eropa
Tuduhan genosida dan kejahatan perang telah dilontarkan kepada Israel, yang dengan tegas membantahnya. Insiden di Beit Lahiya menjadi pengingat bahwa perdamaian di Gaza masih jauh dari harapan, meski upaya mediasi terus berlangsung.