Meski sudah membawa kasus ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), keinginannya bersama banyak ibu yang bernasib sama dengannya belum juga terealisasi.
Polemik Ganja Medis
Sebelumnya, legalisasi ganja medis di Indonesia sempat kembali menjadi pembahasan usai berita viral seorang ibu bernama Santi yang memiliki anak dengan penyakit cerebral palsy.
Hal tersebut menjadi viral lantaran mendesak pemerintah segera melegalkan ganja medis karena anaknya membutuhkan terapi dengan CBD oil, minyak dari ekstrak tanaman ganja.
![[Suara.com/Emi Rohimah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/05/06/56221-ilustrasi-legalisasi-ganja1.jpg)
Cerebal palsy merupakan gangguan di saraf otak. Ahli Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati, Apt, penyakit cerebral palsy memang bisa saja diobati dengan ganja medis karena efeknya yang bisa menenangkan gejala kejang.
"Bukan kejang seperti epilepsi, tapi (cerebral palsy) terkadang muncul ada gejala kejang. Jadi mungkin itu sebagai alternatif mungkin saja bisa," kata Prof Zullies.
CBD oil sendiri memang salah satu bentuk produk dari ganja medis.
Prof Zullies mengatakan bahwa produk ganja medis di dunia ada yang berbentuk minyak juga kapsul.
Setiap bentuk obat mengandung senyawa ganja yang berbeda-beda.
Baca Juga: Soal Penggunaan Ganja Medis, Anies: Kita Patuhi Pengadilan
"Itu bisa diambil berbagai komponennya, ada yang bentuk oil, ada yang bentuk kapsul. Jadi ada beberapa bentuk khasnya, termasuk mariyuana itu juga ganja. Dan itu pasti kandungannya beda-beda," jelasnya.
Di negara-negara yang sudah melegalkan ganja medis, obat-obatan yang mengandung cannabinoid, senyawa dalam ganja, juga digunakan secara ketat.
Prof Zullies mengatakan bahwa penggunaan obat yang mengandung ganja butuh resep dokter agar tidak menimbulkan efek samping psikologis yang berbahaya.