![Massa saat menggelar aksi demo Tolak RUU TNI di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (20/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/20/56823-demo-tolak-ruu-tni-demo-tolak-uu-tni-di-dpr.jpg)
Namun ada kejadian menarik saat massa memergoki orang yang diduga sebagai intel.
Massa aksi mengatasnamakan sebagai Masyarakat Sipil, mayoritas berpakaian hitam menyatakan menolak pengesahan RUU TNI yang sudah dilakukan DPR dan pemerintah.
Dalam aksinya ini mereka membawa sejumlah poster bertuliskan tuntutan mereka menolak RUU TNI. Sampai akhirnya terdengar massa meneriaki adanya orang diduga intel.
Namun dilihat Suara.com dari cuitan di media sosial X ternyata massa pendemo memergoki seseorang yang diduga intel dengan berpakaian juga serba hitam.
Terlihat dari video yang diunggah, massa mengerumbungi seseorang yang diduga intel tersebut. Saat dikerubungi dan terdesak, orang tersebut kemudian mengeluarkan sebuah pistol.
"Intel, intel, awas pistol ngeluarin pistol, pistol," pekik massa.
Orang diduga intel kemudian melarikan diri dari kepungan massa ke arah Jalan Tol Dalam kota di depan Gedung DPR. Massa yang melihat orang tersebut mengeluarkan pistol kemudian berlarian juga.
Bentrok
Sebelumnya, aksi menolak RUU TNI meluas di sejumlah kota yang ada di Indonesia. Aksi yang dimotori gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat tak jarang berakhir dengan aksi bentrokan.
Baca Juga: Viral! Kepergok Menyusup Massa Pendemo Tolak UU TNI di DPR, Pria Diduga Intel Keluarkan Pistol
Massa penolak UU TNI tersebut terus melakukan aksi secara maraton sejak pengesahan undang-undang yang penuh kontroversi. Sejumlah pasal yang disahkan dalam Undang-undang TNI terindikasi berusaha untuk mengembalikan dwifungsi tentara dengan diperbolehkan menduduki jabatan sipil.
Koordinator Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya mengatakan bahwa agenda revisi UU TNI yang sedang digodok, tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional.
Malah sebaliknya, justru akan melemahkan profesionalisme militer.
“Sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik dan disiapkan untuk perang, bukan untuk fungsi non-pertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil,” kata Dimas di KantorYLBHI, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Dimas menilai, dalam konteks reformasi sektor keamanan, semestinya pemerintah dan DPR mendorong agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU No 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.