Jakarta Ditinggal Warganya Mudik, Bagaimana Kualitas Udara H+2 Lebaran?

Chandra Iswinarno Suara.Com
Kamis, 03 April 2025 | 09:36 WIB
Jakarta Ditinggal Warganya Mudik, Bagaimana Kualitas Udara H+2 Lebaran?
Ilustrasi warga saat melintas di depan tugu Monas Jakarta. ANTARA/Khaerul Izan
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta kembali menghadapi tantangan polusi udara pasca-Lebaran tahun ini. Meski masih ditinggal pemudiknya hingga saat ini, kualitas udara Jakarta masih tergolong tidak sehat bagi kelompok sensitif.

Sebab, berdasarkan data terbaru dari IQAir pada Kamis (3/4/2025) atau bertepatan dengan H+2 Lebaran 2025, kualitas udara di ibu kota tercatat dalam kategori 'sedang' dengan indeks kualitas udara (AQI) sebesar 69.

Adapun konsentrasi polutan PM 2,5 mencapai 19 mikrogram per meter kubik, atau 3,8 kali lebih tinggi dari ambang batas tahunan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

PM 2,5 merupakan partikel halus dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer yang dapat ditemukan dalam debu, asap, dan jelaga.

Paparan jangka panjang terhadap polutan ini dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dini, terutama bagi penderita penyakit jantung dan paru-paru kronis.

Sebagai langkah mitigasi, masyarakat disarankan untuk membatasi aktivitas luar ruang, terutama bagi kelompok sensitif seperti lansia, anak-anak, dan penderita penyakit pernapasan.

Selain itu mengenakan masker, menutup jendela untuk mencegah masuknya polusi, serta menggunakan alat pembersih udara menjadi rekomendasi utama guna mengurangi dampak buruk polusi.

Bagaimana dengan Tahun Lalu?

Apabila dibandingkan dengan musim mudik tahun lalu (2024), kualitas udara Jakarta pada periode yang sama menunjukkan pola yang serupa. Namun dengan tingkat polusi yang sedikit lebih tinggi.

Baca Juga: H+2 Lebaran, TMII Sudah Dipadati 10 Ribu Pengunjung hingga Siang Ini

Pada H+2 Lebaran 2024, indeks kualitas udara Jakarta berada di angka 75 dengan konsentrasi PM 2,5 sekitar 22 mikrogram per meter kubik.

Hal ini menunjukkan adanya sedikit perbaikan kualitas udara pada tahun ini, meskipun masih dalam kategori yang berpotensi membahayakan bagi kelompok rentan.

Namun, faktor utama yang memengaruhi kualitas udara selama musim mudik tidak hanya berasal dari emisi kendaraan pribadi yang menurun akibat arus mudik, tetapi juga dari kondisi cuaca, kecepatan angin, dan tingkat kelembapan udara yang mempengaruhi penyebaran polutan.

Suasana sepi di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (31/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Suasana sepi di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (31/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Pada musim mudik tahun lalu ditandai dengan minimnya curah hujan yang menyebabkan polutan bertahan lebih lama di atmosfer, tahun ini faktor cuaca tampaknya sedikit lebih mendukung dalam mengurangi akumulasi polusi.

Meski mulai dilakukan perbaikan, Jakarta masih menempati posisi lima besar kota dengan kualitas udara terburuk di Indonesia pada H+2 Lebaran 2025.

Peringkat pertama ditempati oleh Depok, Jawa Barat dengan indeks 142, diikuti oleh Tangerang Selatan (102), Bandung (71), dan Surabaya (71).

Sementara itu berdasarkan indeks IQAir pada hari ini, Kamis (3/4/2025) pagi, Jakarta berada di urutan 18 sebagai kota terpolusi di dunia. Berada di bawah Kota Incheon di Korea Selatan (Korsel) dan di atas Guangzhou.

Sedangkan untuk kota di dunia dengan kualitas udara terburuk pada hari ini, yakni Baqdad di Irak, Kathmandu di Nepal, Delhi di India dan Lahore di Pakistan

Melihat tren yang terjadi saat ini, diperlukan upaya pengendalian polusi udara di Jakarta tetap menjadi tantangan besar.

Pemerintah dan masyarakat perlu terus mendorong penggunaan transportasi umum, peningkatan ruang hijau, serta pengurangan emisi industri guna menciptakan lingkungan udara yang lebih sehat bagi semua.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya polusi udara, diharapkan tren kualitas udara Jakarta di tahun-tahun mendatang dapat semakin membaik.

Momen Lebaran yang identik dengan berkurangnya aktivitas di kota besar seharusnya menjadi momentum untuk melihat seberapa besar dampak kendaraan dan aktivitas industri terhadap kualitas udara Jakarta sehari-hari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI