Donald Trump Umumkan Tarif Baru, DPR Desak Pemerintah Segera Konsolidasi Menyeluruh

Kamis, 03 April 2025 | 16:59 WIB
Donald Trump Umumkan Tarif Baru, DPR Desak Pemerintah Segera Konsolidasi Menyeluruh
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (x.com)

Suara.com - Ketua Komisi XI DPR RI M Misbakhun meminta pemerintah agar tetap berhati-hati menghitung untung rugi mengenai kebijakan tarif baru yang diberlakukan Amerika Serikat.

Menurutnya, adanya kebijakan baru 'tarif timbal balik' Amerika Serikat terhadap Indonesia akan berdampak signifikan pada ekspor Indonesia.

"Pemerintah harus tetap berhati-hati menghitung untung rugi kebijakan tarif baru US tersebut pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan," kata Misbakhun kepada wartawan, Kamis (3/4/2025).

Ia mengatakan, adanya kebijakan baru yang diumumkan langsung Donald Trump tersebut akan berdampak signifikan buat Indonesia. Terurama tekanan bagi sektor ekspor Indonesia ke AS.

"Kebijakan tarif perdagangan baru US di era Trump 2.0 ini kan sangat signifikan dampak tekanannya pada ekspor Indonesia ke US," katanya.

Untuk itu, ia meminta pemerintah segera melakukan konsolidasi menyeluruh.

"Sehingga pemerintah harus melakukan konsolidasi menyeluruh para stake holder untuk menghadapinya," katanya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan bahwa kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) ke Indonesia sebesar 32 persen bisa memicu resesi ekonomi pada kuartal IV 2025.

Ia menuturkan bahwa dampak kenaikan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump akan berdampak signifikan ke ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Trump Telah Picu Perang Dagang, Ini Dampaknya Bagi Indonesia

Bukan hanya akan berdampak pada kuantitas ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, namun juga bisa turut memberikan dampak negatif berkelanjutan ke volume ekspor ke negara lain.

Bhima mengatakan dengan tarif resiprokal tersebut, sektor otomotif dan elektronik Indonesia bakal di ujung tanduk. Hal ini karena, konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal yang menyebabkan penjualan kendaraan bermotor turun di AS.

Selanjutnya dikarenakan adanya korelasi ekonomi Indonesia dan AS dengan persentase 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi AS maka ekonomi Indonesia turun 0,08 persen.

"Produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu shifting ke pasar domestik, karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda. Imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri," ujarnya.

Selain sektor otomotif dan elektronik, lanjut Bhima, industri padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil diperkirakan bakal mengalami penurunan, mengingat banyak jenama global asal AS memiliki pangsa pasar besar di Indonesia.

"Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan turunkan jumlah order atau pemesanan ke pabrik Indonesia. Sementara di dalam negeri, kita bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan China karena mereka incar pasar alternatif," tuturnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI