Suara.com - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memastikan pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto memiliki atensi terhadap pembahasa Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset.
Tetapi sejauh ini, pemerintah masih melakukan komunikasi politik dengan parleman untuk kesepakatan lebih awal terkait RUU Perampasan Aset.
Supratman mengatakan, saat ini RUU Perampasan Aset sudah masuk di program legislasi nasional (Prolegnas) jangka menengah tahun 2025-2029.
"Seperti yang saya sampaikan, bahwa pasti itu akan menjadi atensi pemerintah. Dalam hal ini presiden juga pasti menjadi atensi beliau. Dan ini lagi dibahas di antara kementerian dan lembaga. Kemudian nanti pada waktunya itu pasti akan diajukan," kata Supratman di kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Sementara itu, ditanya mengenai apakah nantinya ada ide tentang memiskinkan koruptor yang akan dimasukan ke dalam draf RUU Perampasan Aset, Supratman belum menjawab lugas. Ia hanya mengingatkan perihal draf yang sebelumnya.
"Kalau materi undang-undang perampasan aset dari sisi pemerintah itu kan dulu sudah pernah diajukan. Jadi teman-teman boleh mengakses itu. Saya yakin pasti ada," ujar Supratman.
"Jadi menyangkut soal pertanyaan subtansi tadi karena RUU-nya sudah pernah diserahkan ke DPR, cuma kan seperti yang selalu saya sampaikan kemarin bahwa ini menyangkut soal politik," sambungnya.
Persoalan politik yang dimaksud Supratman ialah sikap parlemen terhadap RUU Perampasan Aset yang akan memuat diksi memiskinkan koruptor. Supratman menilai penting bagi pemerintah untuk menjalin komunikasi dengan DPR sebelum akhirnya RUU Perampasan Aset benar-benar dibahas.
"Sekarang bagi pemerintah yang paling penting adalah memastikan sebelum kami ajukan ke parlemen, ini ada kesepakatan lebih awal," kata Supratman.
Baca Juga: Bicara Miskinkan Koruptor Lewat Perampasan Aset, Prabowo: Apakah Adil Anak-Istrinya Menderita Juga?
Ia menegaskan sekaligus sikap pemerintah saat ini sudah jelas terhadap gagasan untuk memiskinkan koruptor lewat RUU Perampasan Aset.
"Jadi ini soal politik saja nih ya, soal politik. Di pemerintah standingnya sudah jelas nih, belum berubah seperti di pemerintahan sebelumnya juga sama dengan pemerintahan sekarang, jadi itu concern dari pemerintah," kata Supratman.
"Namun sedikit karena pembentuk undang-undang itu adalah DDR maka tentu kewajiban kami untuk melakukan komunikasi dengan teman-teman di parlemen," katanya menambahkan.
Jadi Kebutuhan Mendesak
![Ilustrasi RUU Perampasan Aset. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/06/22670-ilustrasi-ruu-perampasan-aset-ist.jpg)
Sebelumnya, pengamat hukum dan pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Hardjuno Wiwoho mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset merupakan kebutuhan mendesak untuk memperkuat sistem hukum.
Ia menuturkan pengesahan RUU Perampasan Aset dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.
"Dengan memberikan wewenang lebih besar kepada lembaga penegak hukum, RUU ini diharapkan dapat mempercepat proses perampasan aset dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaannya," ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis sebagaimana dilansir Antara, Kamis lalu.
Maka dari itu, diua berpendapat terdapat urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset, mengingat kelemahan regulasi saat ini yang menghambat pemulihan aset negara dan memberikan peluang bagi koruptor untuk menyembunyikan kekayaannya.
Sebelumnya saat bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/4), Presiden Prabowo Subianto menjawab berbagai pertanyaan, salah satunya mengenai RUU Perampasan Aset.
Presiden telah menunjukkan kemarahan terhadap praktik korupsi yang merajalela. Namun, Hardjuno menilai pernyataan Presiden belum menyentuh inti permasalahan secara konkret, terutama terkait nasib RUU Perampasan Aset yang hingga kini belum disahkan.
Dengan demikian, ia berharap Presiden bisa menunjukkan keseriusan pemberantasan korupsi di tanah air dengan segera mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Dia merasa RUU Perampasan Aset menjadi instrumen hukum yang kuat dan mendapatkan legitimasi serta dukungan dari masyarakat, memperkuat upaya pemberantasan korupsi, dan mewujudkan sistem hukum yang lebih adil di Indonesia.
Pasalnya, kata dia, RUU tersebut sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk menutup celah kejahatan ekonomi lantaran menggunakan pendekatan non-conviction based asset forfeiture atau aset bisa dirampas meski belum ada putusan pidana, selama bisa dibuktikan bahwa itu hasil kejahatan.
"Apalagi dalam kasus yang sulit dituntaskan secara pidana, karena pelaku menyembunyikan atau mengalihkan aset dengan cerdik. Ini penting agar negara tidak selalu kalah cepat dari koruptor yang sudah menyiapkan pelarian sejak awal,” ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa keberanian negara dalam menindak korupsi akan menjadi cermin keberanian bangsa ini menatap masa depan.
Namun demikian, Hardjuno tetap menekankan bahwa RUU itu bukan berarti bebas risiko, sehingga tetap diperlukan kehati-hatian, pengawasan ketat, dan mekanisme hukum yang adil dalam pelaksanaannya.
“Kita tidak boleh gegabah. Tapi jangan pula takut mengambil langkah hanya karena ada risiko,” ujar Hardjuno.
Adapun RUU Perampasan Aset masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Namun, RUU itu tak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan menginginkan RUU tentang Perampasan Aset masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2026.
Untuk mencapai hal itu, kata Sturman di Jakarta, Rabu (4/12/2024), RUU yang masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2025 harus selesai dibahas di DPR.
RUU yang masuk prioritas pada tahun 2025 terfapat sebanyak 41 RUU, yang diusulkan oleh 13 komisi di DPR, Baleg, pemerintah, hingga Dewan Perwakilan Daerah (DPD).