Menurut dia, meskipun keterangan sementara mereka berpacaran, tidak serta-merta kemudian pihak tertentu bisa mengklaim bahwa mereka melakukan itu atas dasar suka sama suka, padahal kasus tersebut berujung pada pembunuhan.
LPSK memandang hal itu harus ditelaah lebih jauh dan harus dihadirkan saksi yang kompeten untuk membaca lebih jauh hasil dari visum lalu kemudian juga melihat pemeriksaan terhadap psikologis forensik tersangka.
Kemudian, melihat keterangan-keterangan dan bukti-bukti komunikasi lewat telepon seluler antara tersangka dan korban, yang memang ada dan ditemukan oleh pihak keluarga korban.
“Untuk mengidentifikasi adanya kekerasan seksual tidak hanya dilihat dari soal hubungan pacaran. Tidak bisa langsung diklaim suka sama suka, jadi memang harus ditelaah secara menyeluruh,” tutur Sri.