Risiko Galbay Pinjol dan Ancaman Hukuman Tidak Melunasi Utang

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 25 April 2025 | 06:54 WIB
Risiko Galbay Pinjol dan Ancaman Hukuman Tidak Melunasi Utang
Ilustrasi pinjaman online
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Istilah "galbay pinjol" sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat, terutama bagi mereka yang pernah atau sedang menggunakan layanan pinjaman online. Galbay pinjol merupakan singkatan dari gagal bayar pinjaman online, sebuah kondisi di mana peminjam tidak mampu melunasi kewajiban cicilan pinjamannya kepada perusahaan penyedia pinjaman online (pinjol).

Dalam artikel ini membahas risiko dan konsekuensi gagal bayar pada platform pinjol yang legal atau telah memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penting untuk dipahami bahwa meskipun diawasi oleh OJK, gagal membayar pinjaman pada platform legal tetap memiliki konsekuensi serius yang perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum mengambil keputusan untuk berutang.

Kewajiban Hukum Melunasi Utang Pinjol Legal

Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah, apakah pinjol legal wajib dibayar? Jawabannya tegas: wajib dibayar. Kewajiban ini mendasar pada prinsip hukum perdata terkait utang piutang. Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatur tentang perjanjian pinjam pakai habis, yang esensinya adalah penyerahan sejumlah barang (dalam hal ini uang) dari pihak pertama (kreditur/pinjol) kepada pihak kedua (debitur/peminjam) dengan syarat pihak kedua akan mengembalikan barang sejenis dalam jumlah dan keadaan yang sama.

Ketika seorang peminjam di pinjol legal tidak mampu melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian, maka ia dianggap melakukan wanprestasi atau cidera janji.

Konsekuensi dari wanprestasi ini adalah pihak pinjol memiliki kewajiban untuk melakukan penagihan kepada peminjam, setidaknya dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman.

Risiko dan Konsekuensi Gagal Bayar Pinjol Legal

Meskipun pinjol legal dilarang menerapkan praktik predatory lending (pemberian pinjaman dengan bunga dan biaya yang tidak wajar), gagal membayar pinjaman tetap akan menimbulkan sejumlah risiko dan konsekuensi yang merugikan peminjam:

  1. Pembengkakan Bunga dan Denda: Ketidakmampuan membayar pinjaman akan berujung pada pengenaan denda keterlambatan dan/atau bunga yang lebih besar dari yang disepakati awal. Meskipun OJK telah menetapkan batas maksimum manfaat ekonomi (termasuk bunga, biaya administrasi, dan biaya lainnya selain denda, bea meterai, dan pajak) melalui Surat Edaran (SE) OJK Nomor 19 Tahun 2023, denda keterlambatan tetap berlaku dan dihitung per hari. Batas maksimum denda keterlambatan juga diatur dalam SE tersebut, dengan persentase yang berbeda untuk pendanaan produktif dan konsumtif, dan akan terus menurun hingga tahun 2026. Penting untuk dicatat bahwa total seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan tidak boleh melebihi 100% dari pokok pinjaman. Namun, akumulasi bunga dan denda yang terus bertambah jika utang tidak segera dilunasi dapat menjadi beban finansial yang sangat berat. Contoh Perhitungan: Jika seseorang meminjam Rp1 juta dengan tenor 30 hari untuk keperluan konsumtif pada Februari 2024, bunga yang dikenakan bisa mencapai Rp90 ribu (Rp1 juta x 0.3% x 30 hari). Jika terjadi keterlambatan pembayaran, denda harian juga akan ditambahkan pada jumlah yang harus dibayar.
  2. Penagihan oleh Debt Collector: Pihak pinjol legal berhak untuk melakukan penagihan utang kepada peminjam yang gagal bayar. Dalam melakukan penagihan, penyelenggara pinjol diperbolehkan bekerja sama dengan pihak ketiga (debt collector) dengan persyaratan yang ketat. Pihak ketiga tersebut harus berbadan hukum, memiliki izin resmi, penagih utangnya harus tersertifikasi oleh lembaga yang terdaftar di OJK, dan bukan merupakan afiliasi dari penyelenggara pinjol atau pemberi dana. Proses penagihan juga wajib dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun demikian, proses penagihan tetap dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan tekanan psikologis bagi peminjam.
  3. Rekam Jejak Kredit Buruk di SLIK OJK: Penyelenggara pinjol legal yang memenuhi syarat dapat melaporkan informasi debitur kepada OJK melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Laporan ini mencakup informasi mengenai identitas debitur, fasilitas pinjaman, agunan (jika ada), dan riwayat pembayaran. Jika peminjam gagal membayar, catatan kreditnya di SLIK OJK akan menjadi buruk, dengan status kualitas kredit yang bisa menjadi "kurang lancar," "diragukan," atau bahkan "macet."
  4. Dampak Rekam Jejak Buruk di SLIK: Informasi negatif di SLIK OJK dapat menjadi pertimbangan bagi lembaga keuangan lain (bank, perusahaan pembiayaan, dll.) ketika peminjam mengajukan permohonan kredit atau pembiayaan di masa depan. Permohonan kredit bisa ditolak karena riwayat pembayaran yang buruk. Selain itu, catatan buruk di SLIK juga dapat mempengaruhi proses seleksi calon pegawai di beberapa perusahaan atau kerjasama dengan pihak ketiga. Dengan demikian, gagal bayar pinjol tidak hanya berdampak pada hubungan dengan platform pinjol tersebut, tetapi juga dapat menghambat akses ke layanan keuangan lainnya di masa mendatang.

Gagal membayar pinjaman pada platform pinjol legal memiliki konsekuensi yang serius, mulai dari pembengkakan utang akibat bunga dan denda, potensi penagihan oleh debt collector, hingga tercatatnya riwayat kredit buruk di SLIK OJK yang dapat mempersulit akses ke layanan keuangan lainnya.

Baca Juga: Link DANA Kaget Jutaan Rupiah: Cuan Instan Lebih Aman Daripada Pinjol

Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengambil pinjaman online, masyarakat diimbau untuk mempertimbangkan kemampuan finansial dengan matang dan memastikan dapat melunasi pinjaman sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Memahami risiko dan konsekuensi gagal bayar adalah langkah penting untuk menghindari masalah keuangan yang lebih besar di kemudian hari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI