Kritik tersebut dianggap sebagai bentuk keberpihakan pada Rusia oleh sejumlah politisi AS, termasuk Pemimpin Minoritas Senat Demokrat Chuck Schumer, yang menyebut mereka “melakukan pekerjaan kotor Putin.”
7 Maret: Tekanan terhadap Universitas
Pemerintahan Trump menuduh beberapa universitas ternama AS, termasuk Columbia dan Harvard, membiarkan anti-Semitisme berkembang dalam protes anti-perang Gaza.
Pemerintah mencabut hibah senilai $400 juta (sekitar Rp6,4 triliun) dari Columbia dan membekukan $2,2 miliar (sekitar Rp35 triliun) dana federal ke Harvard, bahkan mengancam mencabut status bebas pajak mereka.
15 Maret: Deportasi Massal ke El Salvador
Trump memanfaatkan celah hukum masa perang untuk mendeportasi lebih dari 200 tersangka anggota geng ke penjara keamanan tinggi di El Salvador.
Meski ditantang oleh pengadilan, pemerintah menolak mundur. Seorang hakim federal menyebut pemerintah “berpotensi melakukan penghinaan terhadap pengadilan.”
26 Maret: Klaim atas Greenland
Trump kembali mengungkap keinginannya agar AS mengambil alih Greenland, mengklaim pulau itu penting bagi “keamanan internasional.”
Meski mendapat penolakan keras dari pemerintah Denmark, Trump tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan.
Wakil Presiden Vance dan istrinya yang berkunjung ke Greenland bahkan tidak bertemu warga lokal, hanya mengunjungi pangkalan militer AS.
2–9 April: Perang Tarif Baru
Trump mengumumkan gelombang tarif terhadap mayoritas negara dunia, menuding mereka mengambil keuntungan dari AS.
Baca Juga: Di Balik Sorotan AS Terhadap Barang Bajakan Pasar Mangga Dua
Pada 9 April, hari ketika tarif mulai berlaku, ia mengurangi tarif umum menjadi 10 persen selama 90 hari, tetapi tetap menaikkan tarif terhadap impor dari China hingga 145 persen.
Langkah ini langsung mengguncang pasar global, harga emas melonjak, nilai dolar terpukul, dan ketidakpastian membayangi pemulihan ekonomi global.