Suara.com - Tak perlu lahan luas, cukup sepetak tanah di belakang rumah, sepasang tangan ibu rumah tangga bisa menyulapnya menjadi sumber pangan yang mandiri.
Inilah semangat yang kini terus didorong Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui program unggulan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan(GSMP).
Sebuah inisiatif yang tidak hanya soal bertanam dan beternak, tetapi juga soal ketahanan pangan, kemandirian keluarga, dan gerakan sosial dari dapur hingga kebun.
“Kami berupaya mengajak para ibu-ibu untuk terus mendukung dan menjalankan program GSMP di lingkungan rumah masing-masing,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Edward Candra, saat ditemui di Palembang, Rabu 22 April 2025.
Gerakan ini tidak lahir dari ruang kosong. Dalam beberapa tahun terakhir, lonjakan harga bahan pangan dan ketergantungan terhadap pasokan pasar telah membuka mata banyak pihak.
Pekarangan yang selama ini dianggap sebatas ruang kosong atau tempat menjemur pakaian, ternyata bisa menjadi kebun kecil yang menyelamatkan dapur keluarga.
Menurut Edward, meskipun pekarangan rumah memiliki luas terbatas, tetap ada banyak potensi yang bisa digali.
Mulai dari menanam aneka sayuran seperti cabai, tomat, kangkung, hingga menanam pohon buah seperti jeruk dan pepaya.
Bahkan, beternak ayam kampung atau membudidayakan ikan lele dalam ember pun bisa dilakukan dengan modal kecil dan semangat besar.
Baca Juga: Prabowo Targetkan RI Jadi Lumbung Pangan Dunia: Selama Pangan Aman, Nggak Usah Takut Saham Turun
Yang menarik, GSMP bukan hanya soal tanam dan ternak. Ia membawa filosofi penting bahwa keluarga adalah unit terkecil dari ketahanan pangan nasional.
Jika keluarga bisa mandiri dalam urusan dapur, maka tekanan terhadap rantai distribusi pangan akan berkurang. Dan tentu saja, kualitas gizi keluarga pun bisa meningkat.
“Jika kegiatan budidaya, beternak, dan menanam di pekarangan tersebut dilakukan ibu-ibu rumah tangga bersama keluarga secara masif, maka sebagian kebutuhan pangan dapat dipenuhi sendiri sesuai dengan tujuan GSMP,” jelas Edward.
Manfaat program ini mulai terasa. Semakin banyak rumah di pedesaan maupun kota yang mulai hijau oleh tanaman pangan dan ramai oleh suara ayam atau kolam kecil ikan.
Dalam skala mikro, ini membantu keluarga menghemat pengeluaran. Dalam skala makro, ini menciptakan ekosistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Namun GSMP tak berhenti di pekarangan. Pemerintah Provinsi Sumsel juga aktif mendorong perluasan areal pertanian melalui dua pendekatan: ekstensifikasi dan intensifikasi.
Ekstensifikasi dilakukan dengan menggarap lahan tidur—lahan yang selama ini tidak produktif—untuk ditanami komoditas pangan seperti padi, jagung, atau sayuran. Di Sumatera Selatan, lahan tidur masih sangat luas.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, kelompok tani, dan masyarakat lokal, lahan-lahan ini bisa diubah menjadi sumber produksi baru yang menjanjikan.
“Di wilayah provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu terdapat ribuan hektare lahan tidur yang berpotensi dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan,” ungkap Edward.
Sementara itu, intensifikasi dilakukan dengan mengoptimalkan lahan yang sudah digarap petani selama ini.
Dengan pendampingan teknologi, bantuan bibit unggul, dan peningkatan kapasitas petani, produktivitas pangan pun bisa digenjot tanpa harus membuka lahan baru.
Kombinasi dari pemanfaatan pekarangan, optimalisasi lahan tidur, dan peningkatan produktivitas ini menjadi strategi kunci GSMP.
Dalam menciptakan Sumsel yang tidak hanya mandiri pangan, tapi juga sejahtera dari akar rumputnya.
Pada akhirnya, GSMP bukan sekadar program pertanian. Ia adalah gerakan budaya baru yang menempatkan ibu rumah tangga sebagai motor penggerak perubahan.
Dari kebun kecil di belakang rumah, mereka menanam harapan—untuk dapur yang lebih hemat, meja makan yang lebih sehat, dan masa depan yang lebih mandiri.