Suara.com - Buntut 'bebaskan' tahanan pakai narkoba di penjara, tiga anggota Satuan Samapta Polresta Samarinda, yakni Aipda EP, Bripda FDS dan Bripda AADS terpaksa ditahan selama menjalani sidang etik. Dalam kasus penyeludupkan narkoba kepada tahanan, ketiga polisi itu dinyatakan lalai saat bertugas sebagai penjaga tahanan.
Kepala Polresta (Kapolresta) Samarinda Komisaris Besar (Kombes), Hendri Umar sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (25/4/2025) membenarkan adanya indikasi kelalaian dari anggotanya tersebut.
"Betul, ada oknum anggota jaga tahanan yang lalai dan membiarkan narkoba masuk ke dalam tahanan Polresta Samarinda," beber Kombes Hendri Umar.
Selama menjalani proses sanksi etik, Kombes Hendri Umar menjelaskan bahwa anggota yang bersangkutan saat ini sedang menjalani penempatan khusus (patsus) di Propam Polda Kalimantan Timur (Kaltim).
Upaya ini diambil sebagai bagian dari proses pemeriksaan yang akan berlanjut pada sidang disiplin maupun sidang etik profesi kepolisian.

"Saat ini, kasus ini juga sedang dalam pemeriksaan intensif oleh Propam Polda Kaltim dan Satuan Reserse Narkoba Polresta Samarinda," beber Kapolresta Hendri Umar.
Berdasar informasi yang beredar di kalangan wartawan, tiga oknum polisi yang diduga terlibat dalam skandal ini merupakan anggota Satuan Samapta Polresta Samarinda. Mereka adalah Aipda EP, serta dua Bripda FDS dan AADS, yang pada saat kejadian bertugas sebagai petugas piket jaga tahanan.
Dapat Imbalan Bantu Tahanan Seludupkan Narkoba ke Penjara
Ironisnya, ketiga anggota polisi tersebut diduga "bermain mata" dengan seorang tahanan kasus narkoba bernama berinisial NA (33). Imbalan yang dijanjikan sebesar Rp1 juta ditransfer ke rekening Bripda AADS.
Baca Juga: Tak Gentar Dipolisikan, Dokter Tifa Siap Lawan Balik Jokowi soal Isu Ijazah Palsu: Tagih Janji Ini!

Dengan imbalan tersebut, para oknum penegak hukum ini diduga membantu NA meloloskan tujuh paket sabu yang diselipkan di dalam nasi bungkus pada Minggu (30/3) malam, sekitar pukul 21.00 Wita.
Polresta Samarinda dan Polda Kaltim memberikan perhatian serius dan atensi penuh terhadap pemberantasan narkoba, baik yang melibatkan anggota kepolisian maupun pelaku kejahatan narkotika di masyarakat.
Berdasarkan data kepolisian, Samarinda menjadi salah satu wilayah dengan tingkat peredaran narkoba yang cukup tinggi di Indonesia. Data dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kaltim mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, BNNP Kaltim berhasil mengungkap 32 kasus tindak pidana narkotika dengan melibatkan 50 tersangka.
Dari jumlah tersebut, 11 di antaranya merupakan bandar, 35 pengedar, dan empat lainnya berperan sebagai kurir. Barang bukti yang berhasil disita selama periode tersebut meliputi 14,2 kilogram ganja dan 3,9 kilogram sabu, dengan total nilai barang sitaan mencapai Rp380 juta.
Diketahui, masih banyak terjadi skandal anggota kepolisian yang merusak citra institusi Polri. Salah satunya seperti kasus polisi di Jakarta yang memeras terhadap keluarga tersangka yang belum lama terungkap. Bahkan, kasus pemerasan itu sampai melibatkan sejumlah perwira polri di antaranya mantan Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Bintoro.
Diduga Bintoro dkk diduga memeras dua tersangka berinisial AN dan MBH alias BH terkait kasus pembunuhan terhadap dua anak di bawah umur berinisial N dan X di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan. Satu dari tersangka itu disebut-sebut sebagai anak dari bos Prodia.
Buntut dari kasus itu, AKPB Bintoro dan mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel AKP Z dan mantan Kanit Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP M resmi dipecat.
Sedangkan dua polisi lainnya, yakni Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel AKBP G dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel Ipda ND disanksi demosi 8 tahun.
Perihal sanksi etik yang dijatuhkan kepada Bintoro dkk diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary mengemukakan pernyataan tersebut kepada awak media, Senin (10/2/2025).