Mekanisme optimalisasi, kata dia, dilakukan untuk mengisi formasi CPNS yang kosong, akibat tidak adanya pelamar.

Adanya hal itu memungkinkan pelamar yang tidak lolos di instansi tujuan awalnya, untuk dialihkan ke instansi lain yang membutuhkan dan masih memiliki formasi kosong.
"Optimalisasi itu konsepnya begini, ada formasi yang kosong, tidak ada pendaftarnya. Nah, kalau itu dibiarkan, akan terjadi kekosongan yang besar," ujarnya.
Zudan kemudian mengambil contoh di mana, ada seorang peserta yang melamar sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) dengan kualifikasi doktor manajemen. Akan tetapi dia tak lolos karena berada di peringkat ketiga, sementara formasi yang tersedia hanya dua.
Adanya optimalisasi formasi, kata dia, peserta yang tak lolos itu dapat dialihkan ke formasi lain dan kampus lain yang masih kosong atau tak ada pelamar.
“Ternyata di Universitas Udayana dibuka formasi dosen ekonomi dengan spesifikasi minimal doktor ekonomi. Di sana tidak ada yang melamar. Maka agar di Udayana tadi tidak kosong dikirimlah yang melamar di UI ini,” katanya.
“Yang tadinya tidak diterima, menjadi diterima di Udayana. Nah, ini dikirim secara sistem dari tes yang terbaik hasilnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, menurutnya, pada awalnya 16.00 formasi berhasil terisi lewat proses optimalisasi tersebut, akan tetapi tak semua peserta yang dialihkan bersedia menerima penempatan tersebut.
"Yang mengundurkan diri sekitar 1.900 an. Jadi terisi 88 persen. Bayangkan bila tidak ada optimalisasi, akan terjadi kekosongan 16.000," katanya.
Baca Juga: Diutus Prabowo Melayat Paus: Jokowi, Thomas, Pigai, hingga Ignasius Jonan Terbang ke Vatikan
Adapun skema ini sudah diumumkan sejak awal seleksi, sehingga tak menjadi hal baru.
“Sejak awal sudah diumumkan akan ada optimalisasi,” pungkasnya.