TNI Tangkap 40 Penipu Online, Kok Dilepas? Korban Geram, Kinerja Polisi Disorot!

Muhammad Yunus Suara.Com
Senin, 28 April 2025 | 16:04 WIB
TNI Tangkap 40 Penipu Online, Kok Dilepas? Korban Geram, Kinerja Polisi Disorot!
Sebanyak 40 orang yang diduga terlibat dalam kasus penipuan di media sosial atau dalam bahasa lokal disebut Passobis di Sulawesi Selatan diamankan oleh anggota TNI pada Kamis, 24 April 2025 [Suara.com/Istimewa]

Suara.com - Sebanyak 40 orang yang diduga terlibat dalam kasus penipuan di media sosial atau dalam bahasa lokal disebut Passobis di Sulawesi Selatan diamankan oleh anggota TNI pada Kamis, 24 April 2025 lalu.

Modusnya adalah menyamar sebagai anggota TNI dengan menggunakan identitas dan atribut palsu untuk menipu masyarakat secara online.

Namun, dari jumlah tersebut, 37 orang akhirnya dibebaskan polisi lantaran tidak adanya laporan yang mendukung penahanan mereka.

Kasus ini memicu sorotan tajam dan reaksi keras dari masyarakat. Bagaimana mungkin para pelaku dibebaskan, sementara begitu banyak laporan polisi justru tidak ditindaklanjuti?

Banyak korban yang mengaku telah dirugikan oleh modus serupa.

Salah satunya dialami oleh Irfan, warga Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Irfan mengaku jadi korban penipuan di dunia digital pada awal April 2025. Awalnya, ia mengklik sebuah link yang dikirimkan pelaku di Instagram, lalu diarahkan ke Whatsapp untuk komunikasi lebih lanjut.

Korban mengaku diiming-imingi komisi Rp60 ribu untuk menyelesaikan sebuah misi, tapi harus, mentransfer deposit sebesar Rp40 ribu terlebih dahulu. Hingga akhirnya korban tergiur dan tanpa sadar sudah mentransfer hingga Rp1,2 juta.

"Di tengah permainan, saya disebut melakukan pelanggaran sehingga harus mentransfer Rp2,4 juta. Alasannya, uang itu sebagai jaminan dan bakal dikembalikan," ujarnya, Senin, 28 April 2025.

Baca Juga: Mayjen Purn Komaruddin Simanjuntak Tegaskan Sikap PPAD

Saat hampir menyelesaikan permainan, korban disebut melanggar lagi dan diminta mentransfer Rp5 juta. Korban merasa seperti dihipnotis karena selalu menuruti permintaan pelaku.

Hingga akhirnya korban menyadari sudah ditipu dan mengalami kerugian sekitar Rp9,6 juta. Namun, laporannya di Polres Gowa hingga kini tidak ditindaklanjuti.

Korban lain mengaku mengalami kasus serupa pada Juli 2024 lalu. Saat melapor ke polisi, ia sempat diminta untuk menyediakan uang Rp10 juta yang akan digunakan untuk mencari terduga pelaku ke Surabaya.

"Tapi karena tidak punya uang saat itu, jadi tidak ada perkembangannya. Padahal tinggal terbitkan surat DPO. Saksi dan bukti sudah ada," sebutnya.

Sejumlah korban lainnya juga mengaku mengalami kerugian hingga jutaan. Mereka tertarik setelah diiming-imingi hadiah, tapi tidak pernah terealisasi.

Kekecewaan masyarakat semakin membesar setelah mengetahui mayoritas pelaku yang diamankan justru dibebaskan. Banyak korban mempertanyakan keseriusan aparat dalam menindak praktik penipuan di media sosial tersebut.

Salah satu korban, Ulfa Nurul mengaku heran dengan pembebasan para terduga pelaku.

"Laporanku dari 2024 sampai sekarang tidak ada progres. Kenapa bisa dibilang tidak ada laporan?," tanyanya.

"Sekarang TNI sudah tangkap 40 Passobis, malah seenaknya saja dibebaskan. Padahal mereka sindikat, aksinya terorganisir," keluh Ulfa.

Kasus ini menambah panjang daftar praktik penipuan terorganisir di Sulawesi Selatan. Namun, polisi dinilai abai dan kurang serius dalam memberantas jaringan ini.

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto mengatakan, hingga Senin, 28 April, pihaknya sudah menerima empat laporan soal Passobis.

Laporan terbaru berasal dari Polda Riau. Korban mengalami penipuan jual beli laptop di media sosial.

"Terbaru ada pelimpahan (perkara) dari Polda Riau terkait penipuan jual beli laptop secara online," ujarnya.

Sejauh ini polisi masih melakukan pendalaman dan pemeriksaan digital forensik apakah laporan tersebut berkaitan dengan penangkapan 40 orang terduga pelaku yang sebelumnya sempat ditangkap.

Didik mengaku hingga kini pihaknya tidak menerima laporan dari warga Sulsel. Sebelumnya, para korban berasal Jawa Timur dengan kerugian mencapai dari Rp8 juta, asal Pontianak Rp3 juta dan satu korban dari Semarang Rp30 juta.

Didik menegaskan bahwa pihak kepolisian tetap membuka ruang bagi para korban untuk melaporkan kerugian mereka secara resmi.

"Kami imbau masyarakat di Sulsel yang merasa dirugikan untuk segera membuat laporan polisi agar kasus ini bisa diproses lebih jauh. Tanpa laporan korban, kami tidak bisa memproses hanya berdasarkan dugaan," tegasnya.

Atas dasar itulah, polisi memulangkan 37 terduga pelaku setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan digital forensik hampir 24 jam.

Namun, Didik memastikan terduga pelaku yang dipulangkan kemungkinan masih akan diperiksa kembali untuk penyelidikan. Saat ini polisi sudah mengamankan ratusan handphone untuk mencari barang bukti untuk memperkuat dugaan tindak pidana penipuan.

* Pakar Hukum Pidana: Polisi Keliru

Pakar Hukum Universitas Bosowa Makassar, Ruslan Ranggong, menilai praktik penipuan yang dilakukan jaringan Passobis sudah lama terjadi dan kerap berulang karena lemahnya penegakan hukum.

Ia menyebutkan, meskipun banyak pelaku telah ditangkap, diproses, dan dihukum, mereka kerap mengulangi perbuatannya setelah keluar dari penjara.

"Hukumannya tidak berat, jadi berulang lagi," kata Ruslan saat dihubungi.

Menurutnya, komunitas Passobis sangat meresahkan dari dulu. Ia menyebut, hampir seluruh Indonesia mengenali bahwa pelaku penipuan bermodus serupa umumnya berasal dari Sulawesi Selatan.

Terkait penangkapan sejumlah pelaku oleh anggota TNI, Ruslan menilai tindakan tersebut sudah tepat. Secara hukum, memang TNI tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus pidana.

Namun, ia memahami langkah tersebut dilakukan karena masyarakat sudah jengkel dan akhirnya melapor ke TNI.

"Kalau ada tindak pidana, TNI boleh menangkap, tetapi harus segera menyerahkan ke polisi. Dan itu yang sudah mereka lakukan," jelasnya.

Meski demikian, Ruslan mengkritik keputusan pembebasan para pelaku dengan alasan tidak adanya laporan.

Ia menegaskan bahwa kasus penipuan melalui media sosial bukan merupakan delik aduan, sehingga polisi seharusnya tetap melanjutkan proses hukum.

"Seharusnya lakukan penyelidikan dulu. Siapa tahu nama-nama ini sebelumnya pernah dilaporkan atau bahkan pernah ditangkap. Melepaskan mereka tentu tindakan terburu-buru. Ini tindakan keliru kepolisian," tegasnya.

Ruslan juga menyoroti bahwa hukuman dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) relatif ringan, sehingga tidak memberikan efek jera kepada pelaku.

"Salah satu penyakit dalam penegakan hukum kita adalah rendahnya hukuman, jadi mana bisa kapok," tutupnya.

Selain tindakan hukum, diperlukan edukasi massif kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur iming-iming oleh orang tak dikenal.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI