Selanjutnya, Gibran Rakabuming juga dinyatakan pernah mengenyam pendidikan di University of Technology Sydney, Australia, melalui program Insearch.
"Bahkan dia sempat nyebut di CV-nya, masih ada dulu di pemerintah Kota Solo, katanya dia menempuh S2 di UTS, University of Technology Sydney. Dan setelah kita kejar ke sana, dan ada bukti, ternyata di UTS itu dia hanya menempuh patrikulasi, program namanya Insearch, itu selama enam bulan, dan dia tidak lulus," sambungnya.
Roy Suryo juga menyoroti surat keterangan penyetaraan ijazah yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, di mana disebutkan bahwa Gibran Rakabuming telah menyelesaikan pendidikan Grade 12 di UTS Insearch dengan pengetahuan setara tamat Sekolah Menengah Kejuruan alias SMK.
"Lucunya lagi, sertifikasi nggak lulus itu kemudian dikomparasikan dengan semacam pengakuan atau ibarat penyesuaian dari Dikti, ternyata itu hanya setara SMK. Bahkan universitas yang disebut-sebut di Singapura itu, MDIS tadi, itu ranking ke-46 dari 51 universitas di Singapura," beber Roy Suryo.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia itu juga menyebut jika Indeks Prestasi yang dimiliki Gibran di bawah angka 2,5.
"Dan dalam sertifikat itu, disebut bahwa dia tidak disarankan atau tidak direkomendasikan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Kalau dikatakan dengan IP atau indeks prestasi, ya IP-nya di bawah dua setengah," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Roy Suryo menilai jika kasus dugaan ijazah palsu Jokowi harus diselesaikan dengan benar agar tidak terjadi hal serupa pada generasi berikutnya.
"Jadi artinya gini, ini maksudnya kenapa perlunya ini masih dikejar (ijazah milik Jokowi). Supaya ini tidak menjadi mimpi buruk Indonesia berkepanjangan, nanti siapa tahu keturunannya lain lagi, cucunya gitu lagi," tuturnya.
Cuitan tersebut sontak mendapat beragam respons dari pengguna media sosial lainnya.
Baca Juga: Desakan Pemakzulan Gibran: Antara Proses Hukum dan Realitas Politik
"Like father like son," komentar @shofi*_