Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap 11 perkara Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 terkait Tentara Nasional Indonesia.
Salah satu alasan dari belasan perkara terhadap gugatan tersebut dibuat lantaran dianggap cacat formil.
Pada perkara nomor 45/PUU-XXIII/2025, ada sekumpulan mahasiswa aktif Fakultas Hukum Universitas Indonesia, atas nama Muhammad Alif Ramadhan dkk, yang ikut menggugat.
Mereka beralasan permohonan yang didasarkan pada pelanggaran prinsip keterbukaan informasi dalam proses pembentukan UU tentang Perubahan UU TNI.
Pemohon menilai pembentukan UU TNI cacat secara formil, lantaran dianggap tidak mengikuti prosedur perencanaan dan penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 23 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3).
Sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan melemahkan legitimasi regulasi tersebut. Sidang perkara itu dipimpin majelis panel dengan Ketua Saldi Isra didampingi oleh Arsul Sani dan Ridwan Mansyur.
Kemudian, perkara nomor 55/PUU-XXIII/2025, penggugat merupakan karyawan swasta, atas nama Christian Adrianus Sihite.
Ia mengajukan permohonan sebelum masuk ke alasan pokok permohonan demi terwujudnya asas keterbukaan. Selanjutnya, memohon MK untuk memerintahkan DPR serta Presiden untuk mempublikasikan naskah UU TNI.
Alasan pokok permohonan pengujian formil UU TNI karena bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 22A UUD 1945.
Baca Juga: Persoalkan Proses Pembentukannya, UU TNI Digugat 5 Mahasiswa Unpad ke MK
Pemohon Perkara 69 yang merupakan lima orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Moch Rasyid Gumilar dkk.
Mereka menyampaikan RUU Perubahan UU TNI tidak masuk dalam daftar awal Prolegnas Prioritas Tahun 2025 yang disahkan DPR pada November 2024.
Namun kemudian dimasukkan secara mendadak melalui Surat Presiden (Surpres) tertanggal 13 Februari 2025 tanpa penjelasan urgensi yang transparan.
Hanya dalam waktu 5 hari setelah Surpres, DPR langsung menyetujui masuknya RUU tersebut dalam Prolegnas, dan proses pembahasan dilakukan secara cepat dan tertutup, termasuk pembahasan krusial melalui rapat konsinyering panja yang dilaksanakan di Hotel Fairmont Jakarta pada 14–15 Maret 2025.
Pelanggaran semakin nyata dengan keputusan untuk membahas bagian krusial RUU secara tertutup di lokasi mewah yang jauh dari pantauan publik.
Kemudian, menurut Pemohon 79 yang terdiri dari lima orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Endrianto Bayu Setiawan dkk mengajukan juga pengujian materiil.