Suara.com - Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran mengajukan uji formil terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Negara Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka terdiri dari Mochammad Rasyid Gumilar, Muhammad Akmal Abdullah, Kartika Eka Pertiwi, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando.
Mereka menilai gugatan ini perlu diajukan lantaran adanya ketidaksesuaian antara pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025 dengan kaidah yang seharusnya, khususnya soal partisipasi masyarakat yang bermakna.
“Kita melihat apa yang sudah dilakukan oleh DPR maupun Presiden, dalam hal ini dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sudah banyak sekali menyalahi terkait dengan due process of law, pembentukan peraturan perundang undangan yang sesuai dengan aturan yang ada,” kata Rasyid di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).
“Kita bisa melihat contohnya presiden baru mengumumkan adanya pengesahan atau pengundangan dari undang undang nomor 3 tahun 2025 ini di tanggal 17 April. Namun faktanya kita mengetahui bahwa undang-undang ini sudah diundangkan tanggal 26 Maret, 21 hari pasca diundangkan baru disebarluaskan,” tambah dia.
Dia menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh DPR maupun Pemerintah dalam pembentukan undang undangan nomor 3 tahun 2025 tidak melibatkan partisipasi yang bermakna sesuai dengan amanat putusan MK tentang cipta kerja yang mana masyarakat harus didengarkan, dipertimbangkan, dan dijelaskan.
“Yang kedua, dalam pokok permohonan kami memberikan penjelasan bahwa pada dasarnya pembentukan undang undang ini menyalahi asas-asas pembentukan undang-undang,” ujar Rasyid.
Menurut dia, pada dasarnya pembentukan UU nomor 3 tahun 2025 ini tidak sesuai dengan program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas. Sebab, beberapa bulan yang lalu, Revisi UU TNI ini belum masuk prolegnas tetapi dalam waktu yang singkat RUU TNI masuk dalam prolegnas prioritas hanya berdasarkan surat Presiden yang diberikan kepada DPR.
“Terakhir, dalam pokok permohonan kami menguraikan bahwa pada dasarnya naskah akademik yang seharusnya menjadi dasar atau legitimasi dari adanya revisi atau rancangan undang undang ini tidak dibentuk sesuai kaidah kaidah lampiran satu UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” ucap Rasyid.
Baca Juga: Ada Tujuh Gugatan Hasil PSU di MK, KPU Berharap Permohonan Gugur pada Tahap Dismissal
Pada dasarnya, Rasyid menyebut naskah akademik yang seharusnya menjadi dasar atau legitimasi dari adanya revisi atau rancangan undang undang ini tidak dibentuk sesuai kaidah-kaidah lampiran I UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.