Suara.com - Sebuah momen haru terekam dalam video yang viral di media sosial baru-baru ini. Dalam rekaman tersebut, seorang remaja laki-laki yang mengenakan pakaian olahraga dan rompi hijau terang dengan nomor punggung, tampak berlari menghampiri ibunya.
Tanpa ragu, ia langsung memeluk dan bahkan bersujud mencium kaki sang ibu, menunjukkan rasa haru, rindu, dan penyesalan yang mendalam. Peristiwa itu terjadi saat sang ibu mengunjunginya di sebuah barak militer, tempat ia menjalani pembinaan karakter beberapa waktu ke belakang.
Menariknya, remaja itu bukan sekadar mengikuti pelatihan biasa. Ia adalah bagian dari program pendidikan karakter yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Program ini mengundang sorotan karena melibatkan instansi militer dan kepolisian dalam proses pembinaan anak-anak yang dianggap "nakal", "sulit dibina", atau bahkan terindikasi melakukan tindakan kriminal.
Dimulai sejak 2 Mei lalu, program ini menargetkan daerah-daerah rawan seperti Kota Depok sebagai titik awal pelaksanaan. Dedi Mulyadi menyatakan bahwa puluhan barak militer telah disiapkan untuk menampung para peserta, yang dipilih berdasarkan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua.
Selama enam bulan, para remaja ini akan meninggalkan pendidikan formal untuk fokus menjalani pembinaan karakter secara intensif, termasuk kegiatan disiplin seperti olahraga, baris-berbaris, dan bimbingan mental.
Video viral yang diposting akun Instagram @nyinyir_update_official tersebut langsung menjadi topik hangat di media sosial. Banyak netizen menilai momen haru itu sebagai bukti keberhasilan program Dedi Mulyadi.
“Itu siswa masuk ke Barak bukan untuk disiksa tapi untuk dibimbing ke jalan yang benar, heran juga kalau ada yang masih nolak,” tulis seorang pengguna Instagram.
Warganet lain juga menyamakan program ini dengan pelatihan kepemimpinan seperti LDKS (Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa), yang dikenal efektif membentuk kedisiplinan dan karakter remaja.
"Program ini sbenernya kyak LDKS Osis gitu ga sih, kyk pelatihan disiplin makan, tidur ontime, olahraga, latihan baris berbaris dan bimbingan? edukasi gitu kann baguss bgt untuk ngebentuk diri anak," kata yang lain.
Baca Juga: Kak Seto Blak-blakan Bongkar Kondisi Anak dalam Barak Militer Dedi Mulyadi
Dukungan juga datang dari kalangan pendidik. Seorang guru PAUD menyatakan bahwa pembentukan karakter memang harus dilakukan dalam lingkungan yang tepat.
"Di Montessori, anak tumbuh sesuai dengan lingkungan yang dipersiapkan. Saat remaja terkena ‘virus’ lingkungan buruk, orang tua sering kewalahan. Harus ada pihak yang bisa mengembalikan fitrah anak,” ujarnya.
Namun, tidak semua pihak sependapat. Beberapa organisasi seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) disebut oleh netizen harus turun langsung ke lapangan untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak anak selama program ini berlangsung.
Kritik ditujukan kepada kebiasaan membuat banyak rumusan kebijakan tanpa pemantauan langsung terhadap implementasi di lapangan.
Meski demikian, momen sujud anak kepada ibunya itu telah menjadi simbol kuat bagi keberhasilan pendekatan yang dijalankan Dedi Mulyadi. Ia berhasil menyentuh aspek emosional masyarakat, terutama para orang tua yang merasa kewalahan menghadapi anak-anak remajanya.
Program ini seolah menawarkan secercah harapan bahwa anak yang ‘hilang arah’ masih bisa dibimbing kembali ke jalan yang benar melalui pendekatan disiplin dan pembinaan karakter yang menyentuh aspek mental dan spiritual.
Kontroversial atau tidak, satu hal yang pasti, program ini telah membuka diskusi luas tentang bagaimana sebaiknya negara hadir dalam membentuk karakter anak muda di tengah tantangan zaman yang kian kompleks.
Dan barangkali, dalam pelukan haru dan sujud seorang anak kepada ibunya, kita menyaksikan sebuah titik balik, bagi anak itu, bagi keluarganya, dan mungkin juga bagi arah baru pendidikan karakter di Indonesia.