Suara.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menanggapi pernyataan Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti yang mengungkapkan bahwa pimpinan KPK periode 2019-2024 yang dipimpin oleh Firli Bahuri tidak setuju terhadap penetapan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka pada 2020 lalu.
Hal itu disampaikan Rossa saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Hasto sebagai terdakwa.
Alex lantas mempertanyakan tanggapan pimpinan KPK saat ini lantaran mereka dinilai memahami soal pengambilan keputusan secara kolektif kolegial.
“Bagaimana pendapat mereka jika pimpinan secara kolektif kolegial menolak/tidak setuju atau meminta penyidik untuk lebih fokus ke pencarian tersangka sebelum menetapkan tersangka lainnya kemudian dituduh menghalangi penyidikan?” kata Alex kepada wartawan pada Selasa (13/5/2025).
Dia juga mempertanyakan apakah setiap perkara yang diekspos harus disetujui oleh pimpinan dan ketika pimpinan tidak setuju bisa disebut sebagai perintangan penyidikan.
“Tindak lanjutnya ada pada pimpinan sekarang. Kalau putusan 4 pimpinan sebelumnya dianggap menghalangi penyidikan, silakan diproses,” tandas Alex.
![Mantan Ketua KPK Firli Bahuri. [Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/14/43811-mantan-ketua-kpk-firli-bahuri.jpg)
Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.
Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Baca Juga: Golkar Sebut Kasus Hukum Hasto Bukan Ganjalan Bagi PDIP Gabung Pemerintahan Prabowo
Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.