Pembentukannya Dianggap Ilegal, Pemohon Minta MK Nyatakan UU TNI Tidak Berkekuatan Hukum Tetap

Rabu, 14 Mei 2025 | 14:31 WIB
Pembentukannya Dianggap Ilegal, Pemohon Minta MK Nyatakan UU TNI Tidak Berkekuatan Hukum Tetap
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta. [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran pembentukannya dianggap ilegal.

UU TNI tersebut dinilai tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Adapun pemohon uji formil UU TNI ialah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) beserta perseorangan lainnya, di antaranya Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty.

“Perencanaan revisi Undang-Undang TNI dalam proglegnas prioritas tahun 2025 dilakukan secara ilegal," ujar Hussein Ahmad selaku kuasa hukum para pemohon di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).

Dia menjelaskan revisi UU TNI tidak terdaftar dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas DPR RI Tahun 2025 serta tidak menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas pemerintah bahkan hingga 2029.

Menurut dia, revisi UU TNI pun bukan carry over, karena syarat yang harus dipenuhi untuk menjadikan suatu RUU sebagai carry over adalah adanya kesepakatan antara DPR, presiden, dan/atau DPD untuk memasukkan kembali RUU ke dalam daftar prolegnas jangka menengah dan/atau prioritas tahunan.

Di sisi lain, lanjut Hussein, tidak ada revisi UU TNI dalam Keputusan DPR yang berisikan 12 RUU carry over dalam Prolegnas tahunan 2025 dan Prolegnas 2025-2029.

Selain itu, dia juga menilai proses pembahasan revisi UU TNI sengaja menutup partisipasi publik, tidak transparan, dan tidak akuntabel sehingga menimbulkan kegagalan pembentukan hukum. Segala dokumen pembentukan revisi UU TNI mulai dari naskah akademik, daftar inventarisasi masalah (DIM), hingga undang-undang itu sendiri tidak bisa diakses oleh publik.

"Rapat-rapat pembentukan revisi UU TNI oleh DPR dan pemerintah digelar secara sembunyi-sembunyi di ruang tertutup. Hal ini mempertegas abusive law making dalam pembentukan revisi UU TNI dan tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna," ujar Bugivia Maharani Setiadji P selaku kuasa hukum para pemohon lainnya.

Baca Juga: Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR saat Peringatan May Day 2025

Bahkan, tambah dia, terdapat kesengajaan untuk tidak mengedepankan asas keterbukaan sebagaimana yang dikatakan Wakil Ketua Komisi I saat dimintai keterangan oleh jurnalis terkait draf RUU TNI yang sedang dibahas DPR RI pada saat itu susah diakses yaitu guna menghindari perdebatan sengit di masyarakat.

Para Pemohon menilai DPR dan presiden sengaja menahan penyebarluasan dokumen revisi UU TNI setelah disahkan dan tidak langsung membuka akses dokumen tersebut kepada publik. Hal ini tentu bertentangan dengan Pasal 88 dan Pasal 90 ayat (1) UU P3 yang menyatakan UU yang telah disahkan harus disebarluaskan oleh pembentuk undang-undang.

Kebut Revisi UU TNI di DPR: Tak Ada Penolakan, DPR Hanya Jadi Tukang Stempel? (Dok.Fakartun)
Ilustrasi kebut Revisi UU TNI di DPR. (Dok.Fakartun)

Dalam petitumnya, para pemohon meminta kepada Mankamah untuk menyatakan bahwa pembentukan UU TNI tentang Perubahan atas UU 34/2004 tentang TNI tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang menurut UUD 1945, menyatakan UU TNI tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, serta menyatakan UU 34/2004 tentang TNI berlaku kembali.

Dalam provisinya, para pemohon juga meminta kepada Mankamah untuk menyatakan UU TNI ditunda pemberlakuannya sampai dengan adanya putusan akhir MK serta memerintahkan presiden dan DPR untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru maupun tidak mengeluarkan kebijakan atau tindakan strategis yang berkaitan dengan pelaksanaan UU TNI baru ini.

Provisi tersebut diajukan lantaran pemohon menilai bahwa pemerintah maupun TNI telah menjalankan implementasi UU TNI setelah diundangkan. Misalnya, pada 1 Mei 2025, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali seharusnya telah memasuki masa pensiun, tetapi belum pensiun akibat keberlakuan Pasal 53 ayat (4) UU TNI.

Kemudian pada 16 April 2025, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkata Darat Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengeluarkan keterangan resmi yang menyatakan TNI-AD terlibat aktif dalam pengelolaan 71 dapur dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) karena berlakunya Pasal 7 ayat (2) huruf b UU TNI.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI