Suara.com - Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran pembentukannya dianggap ilegal.
UU TNI tersebut dinilai tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Adapun pemohon uji formil UU TNI ialah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) beserta perseorangan lainnya, di antaranya Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty.
“Perencanaan revisi Undang-Undang TNI dalam proglegnas prioritas tahun 2025 dilakukan secara ilegal," ujar Hussein Ahmad selaku kuasa hukum para pemohon di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).
Dia menjelaskan revisi UU TNI tidak terdaftar dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas DPR RI Tahun 2025 serta tidak menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas pemerintah bahkan hingga 2029.
Menurut dia, revisi UU TNI pun bukan carry over, karena syarat yang harus dipenuhi untuk menjadikan suatu RUU sebagai carry over adalah adanya kesepakatan antara DPR, presiden, dan/atau DPD untuk memasukkan kembali RUU ke dalam daftar prolegnas jangka menengah dan/atau prioritas tahunan.
Di sisi lain, lanjut Hussein, tidak ada revisi UU TNI dalam Keputusan DPR yang berisikan 12 RUU carry over dalam Prolegnas tahunan 2025 dan Prolegnas 2025-2029.
Selain itu, dia juga menilai proses pembahasan revisi UU TNI sengaja menutup partisipasi publik, tidak transparan, dan tidak akuntabel sehingga menimbulkan kegagalan pembentukan hukum. Segala dokumen pembentukan revisi UU TNI mulai dari naskah akademik, daftar inventarisasi masalah (DIM), hingga undang-undang itu sendiri tidak bisa diakses oleh publik.
"Rapat-rapat pembentukan revisi UU TNI oleh DPR dan pemerintah digelar secara sembunyi-sembunyi di ruang tertutup. Hal ini mempertegas abusive law making dalam pembentukan revisi UU TNI dan tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna," ujar Bugivia Maharani Setiadji P selaku kuasa hukum para pemohon lainnya.
Baca Juga: Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR saat Peringatan May Day 2025
Bahkan, tambah dia, terdapat kesengajaan untuk tidak mengedepankan asas keterbukaan sebagaimana yang dikatakan Wakil Ketua Komisi I saat dimintai keterangan oleh jurnalis terkait draf RUU TNI yang sedang dibahas DPR RI pada saat itu susah diakses yaitu guna menghindari perdebatan sengit di masyarakat.