Suara.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menanggapi gugatan uji materi undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia mengapresiasi gugatan tersebut karena ada dua hal yang menjadi perhatian lembaga antirasuah dalam UU BUMN.
Salah satunya mengenai status penyelenggara negara bagi jajaran direksi, komisaris, dan pengawas pada BUMN.
Pada pasal 9G UU BUMN disebutkan bahwa Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas pada BUMN bukan penyelenggara negara.
“Namun KPK melihat adanya kontradiksi substansi dari pasal tersebut dengan Undang-undang 28 tahun 1999 terkait dengan penyelenggara negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Budi kepada wartawan, dikutip pada Sabtu 10 Mei 2025.
Sebab, Budi menjelaskan KPK memandang bahwa Undang-undang 28 tahun 1999 adalah hukum administrasi yang secara khusus mengatur tentang penyelenggara negara dengan tujuan untuk menekan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sehingga, KPK tegas berpedoman pada Undang-Undang 28 tahun 1999 dalam melihat status direksi, komisaris, dan Dewan Pengawas pada BUMN adalah sebagai penyelenggara negara.
“Untuk itu, pada aspek pencegahan KPK juga berkesimpulan bahwa direksi, komisaris, dan pengawas pada BUMN juga wajib melaporkan LHKPN-nya dan melaporkan jika melakukan penerimaan gratifikasi,” ujar Budi.
Sementara di sisi lain, KPK juga menyoroti kerugian negara yang dalam nomor 1 tahun 2025 tentang BUMN yang diatur dalam pasal 4B.
Baca Juga: Petinggi BUMN Korupsi? Anggota DPR: Tidak Ada Satu pun WNI yang Kebal Hukum
"KPK juga melihat adanya kontradiksi karena di dalam putusan MK juga sudah disebutkan, sudah diatur dan disebutkan bahwa keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara termasuk dengan BUMN," tutur Budi.
Status Penyelenggara Negara
"Oleh karena itu KPK berpandangan tetap dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap perkara-perkara di BUMN karena statusnya sebagai penyelenggara negara dan atau adanya kerugian negara tentu yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum ataupun penyalahgunaan wewenang BUMN," katanya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah pasal yang ada di dalam UU BUMN baru digugat ke MK.
Pasal yang diuji dalam permohonan ini, yakni Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Pemohon mempersoalkan norma yang menyebut keuntungan atau kerugian Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) bukan sebagai keuntungan atau kerugian negara.