Suara.com - Penjagaan yang dilakukan oleh militer di lingkungan Kejaksaan memantik tanda tanya besar bagi publik. Selain Memorandum of Understanding (MoU) antara Kejaksaan dengan TNI, apa yang sebenarnya terjadi hingga pihak militer mengerahkan Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) penjagaan di lingkungan Adhyaksa?
Salah satu spekulasi yang muncul di media sosial terkait pengerahan anggota TNI di kejaksaan ini disebut-sebut lantaran bakal adanya kasus besar yang ingin diungkap.
Spekulasi itu pun dikaitkan dengan peristiwa yang menimpa Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah beberapa waktu lalu. Ia sebelumnya sempat mengalami penguntitan oleh anggota Brimob, saat melakukan penyidikan kasus korupsi PT Timah.
“Saya belum tahu persis,” kata pengamat politik, Ray Rangkutin menanggapi soal spekulasi tersebut, Jumat (16/5/2025).
Namun Ray menilai, pengamanan yang dilakukan oleh pihak militer tidak bisa dilakukan secara antarlembaga. Melainkan harus melibatkan presiden.
“Sebab, pelibatan ini berkenaan dengan tiga instansi negara, yakni TNI, Kejaksaan dan Kepolisian,” kata Ray.
Ketiga lembaga negara tersebut inilah sebenarnya yang sedang terlibat, dan ketiganya berada di bawah presiden.
Kemudian, Ray menjelaskan, pengamanan dan keamanan, seharusnya menjadi tanggung jawab polisi. Dengan permintaan Kejaksaan terhadap militer untuk melakukan pengamanan mencerminkan jika saat ini polisi tidak lagi bisa dipercaya.
“Permintaan Kejaksaan kepada TNI untuk melakukan pengamanan kantor-kantor kejaksaan seolah mengabaikan kewenangan kepolisian. Dan hal ini akan dapat membuat institusi kepolisian semakin tidak dipercaya,” katanya.
Baca Juga: Muhammadiyah Ikut Kritik: Bukan Tugas Tentara Amankan Kejaksaan, Secara Moral Perintah Harus Ditarik
“Dalam bahasa sederhana, Kejaksaan saja tidak melibatkan polisi melakukan pengamanan kantor mereka, bagaimana masyarakat percaya pada polisi mampu melakukan pengamanan pada aset publik?,” imbuhnya.