Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan bahwa saat itu penggunaan private jet dibutuhkan lantaran waktu distribusi logistik yang terbatas.
"Begitu kampanye cuma 75 hari, maka pengadaan logistik, distribusi, dan lain-lainnya kan sangat terbatas dibandingkan pemilu sebelumnya yang sampai 7 bulan," kata Afif di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 30 April 2025.
"Maka, kita harus berpikir, dalam pikiran kami sebagai penyelenggara, tentu kita berpikir, jangan sampai pemilunya gagal, jangan sampai logistik gagal. Maka, diambil langkah-langkah extraordinary yang kemudian itu sebagai mitigasi," tambah dia.
Saat KPU RI melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap jajarannya, ada beberapa wilayah yang membutuhkan percepatan distribusi logistik sehingga diperlukan langkah berupa penggunaan jet pribadi.
"Kalau hal-hal teknis soal bagaimana penyewaan dan seterusnya, teman-teman nanti nanya di jajaran sekretariat. Pada intinya, kebijakan itu untuk men-support apa yang kita bisa lakukan demi suksesnya Pemilu," ujarnya.
Sebelumnya, Koalisi Antikorupsi yang terdiri dari TI Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi terkait pengadaan jet pribadi atau private jet di KPU RI ke KPK pada Rabu 7 Mei 2025.
Laporan itu berdasarkan tiga hal, yaitu aspek pengadaan barang/jasa, penggunaan yang diduga tidak sesuai peruntukan, dan dugaan pelanggaran regulasi perjalanan dinas pejabat negara.
"Kami melihat dari aspek proses pengadaannya itu sendiri ada hal yang sangat janggal. Salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu," ujar Peneliti TI Indonesia Agus Sarwono.

Kejanggalan tersebut juga diperkuat temuan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK tahun 2024 yang menunjukkan masih banyaknya praktik suap dan gratifikasi di tingkat kementerian/lembaga, khususnya dibidang pengadaan barang dan jasa.
Baca Juga: Skandal Private Jet KPU, DPR: Kami Sudah Pernah Tegur, Itu Kan Pakai Duit Rakyat
Peneliti TI Indonesia Agus Sarwono mengatakan bahwa ada dua hal yang menarik soal pengadaan sewa private jet oleh KPU pada pemilu 2024 yang lalu.
Alasan pengadaan tersebut patut dibuka ke publik lantaran anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024, begitu besar, yakni senilai Rp71 Triliun.
Hal ini yang membuka ruang korupsi, khususnya di sektor pengadaan.
"Jika belajar dari pemilu sebelumnya, ada banyak kasus korupsi terkait logistik pemilu, sebut saja pengadaan segel surat suara, pengadaan kotak suara, suap kepada auditor BPK, pengadaan asuransi Anggota KPU, hingga pengumpulan 'upeti' dari rekanan KPU," kata Agus dalam keterangannya, Senin 28 April 2025.
Ia menyampaikan, hingga saat ini, KPU tidak cukup memberikan informasi kepada publik terkait pengadaan private jet.
Bahkan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, KPU seolah menahan banyak informasi terkait pengadaan ini.