Suara.com - Sebuah video yang menampilkan pesawat menjatuhkan paket bantuan ke wilayah konflik Gaza beredar di media sosial.
Dalam unggahan di X, Instagram, dan Facebook, disebutkan bahwa pesawat tersebut milik China dan membawa bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obatan untuk warga Palestina.
Berikut narasi di unggahan X (twitter):
"Ini bukan 600 Miliar milik Arab Saudi, bukan 1,2 Triliun milik Qatar, dan juga bukan 1,4 Triliun milik UEA yang diberikan kepadanya Trump untuk membantu ekonomi AS. Ini adalah Komunis China yang menjatuhkan bantuan udara untuk rakyat Gaza."
![Tangkapan layar sejumlah unggahan video yang diklaim sebagai bantuan lewat udara dari China untuk Gaza. [Dok. Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/20/61911-cek-fakta.jpg)
Narasi di Instagram:
"This is China food dropping landing in Gaza,"
Narasi di Facebook:
"China delivers critical aid to Gaza, including food supplies and medical assistance."
Lantas, benarkah China mengirim bantuan udara ke Gaza lewat jalur udara?
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan tim Anti Hoax Antara dengan memasukkan kata kunci “China turunkan bantuan ke Gaza”, tidak ditemukan bukti atau laporan resmi dari media internasional kredibel yang mengonfirmasi keterlibatan China dalam pengiriman bantuan udara ke wilayah Gaza pada waktu yang dimaksud.
Justru, sebagaimana dilaporkan Reuters, bantuan dalam video yang tersebar luas itu merupakan bagian dari operasi pengiriman bantuan kemanusiaan oleh Amerika Serikat pada Senin, 26 April 2024.
Bantuan itu ditujukan untuk warga Gaza bagian utara yang kala itu tengah menghadapi krisis kelaparan ekstrem.
Namun, pengiriman tersebut tidak berjalan lancar. Parasut yang digunakan untuk menjatuhkan paket bantuan mengalami kegagalan teknis, menyebabkan sebagian besar dari bantuan itu jatuh ke laut.
Dalam insiden tragis itu, dilaporkan sebanyak 18 warga Gaza meninggal dunia, di mana 12 orang tewas tenggelam dan 6 lainnya terinjak-injak saat terjadi rebutan bantuan.
Kantor media Gaza mengkritik keras cara distribusi tersebut. Mereka menyebut bahwa metode airdrop di tengah kelaparan ekstrem adalah tindakan yang "kasar dan tidak manusiawi", mengingat situasi darurat yang dihadapi oleh warga sipil di wilayah konflik.