Nyaris Dua Tahun Indonesia Tidak Punya Duta Besar di AS, Ketua DPR: Itu Urusan Eksekutif

Selasa, 20 Mei 2025 | 18:12 WIB
Nyaris Dua Tahun Indonesia Tidak Punya Duta Besar di AS, Ketua DPR: Itu Urusan Eksekutif
Ketua DPR Puan Maharani mengaku tidak bisa mendesak pemerintah untuk segera mengisi kekosongan kursi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. [Suara.com/Bagaskara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Apakah itu level menteri atau menko, ataupun pejabat lain-lainnya yang bisa negosiasi langsung dengan (isu) tarif," katanya.

CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani. (Suara.com/Novian)
Sejak Rosan Roeslani masuk menjadi anggota kabinet, nyaris 2 tahun kursi Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat kosong. (Suara.com/Novian)

Sebelumnya diberitakan, Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menyatakan bahwa pemerintah perlu segera menunjuk Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat.

Desakan tersebut disampaikan dengan tujuan untuk menjembatani negosiasi terkait kebijakan terbaru tarif impor Presiden Donald Trump.

"Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik, ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia," ujar Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho di Jakarta, Kamis 4 April 2025.

Mengutip Antara, ia juga menyoroti posisi Dubes Indonesia untuk AS yang telah kosong selama hampir dua tahun, pasalnya Rosan Roeslani menyelesaikan tugasnya pada 17 Juli 2023 setelah ditunjuk menjadi Wamen BUMN.

"Sudah hampir dua tahun kita tidak punya wakil di Washington, padahal Amerika Serikat mitra dagang kedua terbesar kita. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pengabaian terhadap kepentingan nasional," ujar Andry.

Ia menyatakan bahwa pemerintah perlu segera menunjuk duta besar yang memiliki rekam jejak kuat di bidang perdagangan dan investasi.

“Setiap hari tanpa perwakilan di Amerika Serikat adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. Kita kehilangan momentum, kehilangan peluang, dan kehilangan kendali,” katanya pula.

Andry mengatakan bahwa kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen dari AS terhadap produk-produk Indonesia adalah ancaman serius terhadap sektor perdagangan dan tenaga kerja domestik.

Baca Juga: AS dan China Sepakat Turunkan Tarif, Dubes Djauhari: Gencatan Senjata Dagang Dimulai

Hal tersebut karena bermacam produk dari industri padat karya, seperti tekstil, pakaian, dan alas kaki, menyumbang 27,5 persen dari total ekspor Indonesia ke AS.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI