SEMA Terbaru Hakim Wajib Hidup Sederhana, KPK: Sesuai Semangat Antikorupsi!

Jum'at, 23 Mei 2025 | 19:37 WIB
SEMA Terbaru Hakim Wajib Hidup Sederhana, KPK: Sesuai Semangat Antikorupsi!
Gedung Mahkamah Agung. (Dok. Dinas Kebudayaan DKI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menanggapi Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) nomor 4 tahun 2025 tentang penerapan pola hidup sederhana aparatur peradilan umum.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menilai aturan tersebut selaras dengan semangat antikorupsi yang diupayakan lembaga antirasuah.

Dia juga menjelaskan bahwa aturan tersebut beriringan dengan sembilan nilai antikorupsi, yaitu jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras. Sembilan nilai itu disebut sebagai 'Jumat Bersepeda KK'.

“Terlebih lembaga peradilan memiliki peran strategis dalam rangkaian proses penegakan hukum di Indonesia, termasuk dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi,” kata Budi kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).

Menurut Budi, saat ini masyarakat menaruh harapan tinggi terhadap penegakan hukum yang berintegritas.

Dengan adanya aturan ini melalui SEMA nomor 4 Tahun 2025, dia menyebut upaya pemberantasan korupsi juga bisa dilakukan secara efektif, memberi efek jera pada pelaku, memberi rasa keadilan bagi masyarakat, dan memantik pencegahan korupsi.

Sekadar informasi, Mahkamah Agung menerbitkan SE Nomor 4 tahun 2025 tentang penerapan pola hidup sederhana aparatur peradilan hukum yang memerintahkan para hakim untuk menghindari gaya hidup hedonisme.

Para hakim diminta untuk tidak berperilaku konsumtif, memakai barang-barang mewah dan memamerkannya untuk menghindari kesenjangan dan kecemburuan sosial.

Lebih lanjut, hakim juga diatur agar melaksanakan acara perpisahan, purnabakti, dan kegiatan seremonial lainnya secara sederhana.

Baca Juga: Uji Materiil Dikabulkan MA, Aturan Soal PIK 2 dalam PSN Dinyatakan Batal

Untuk acara yang bersifat pribadi, para hakim harus melakukannya di luar lingkungan kantor dan tidak menggunakan fasilitas kantor.

Aturan tersebut juga mengharuskan para hakim untuk menggunakan fasilitas dinas hanya untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Selain itu, perjalanan dinas untuk aparat lembaga peradilan juga dibatasi

Tak hanya itu, hakim juga harus menolak pemberian hadiah yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan jabatannya.

Dalam SEMA itu pula, hakim diharuskan untuk tidak memberikan pelayanan dalam bentuk apapun, termasuk cindera mata, oleh-oleh, jamuan makan, fasilitas tempat menginap, dan lainnya kepada pejabat/pegawai Direktorat Badan Peradilan Umum yang berkunjung ke daerah, baik dalam rangka kedinasan ataupun tidak.

Bahkan, para hakim juga dilarang mendatangi tempat yang bisa mencemarkan kehormatan dan merendahkan martabat peradilan seperti tempat perjudian, diskotik, klub malam, dan tempat lainnya yang serupa.

Di sisi lain, para hakim harus menyesuaikan setiap perilakunya berdasarkan norma hukum, agama, dan adat istiadat masyarakat setempat, serta memberikan pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat untuk menjaga marwah peradilan.

Surat edaran itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung Bambang Myanto dan diterbitkan pada 15 Mei 2025.

Hakim Terjerat Korupsi

Diberitakan sebelumnya, Indonesia Corrution Watch (ICW) mengungkapkan, sejak 2011 hingga 2024, tercatat ada 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi.

Hal ini disampaikan sekaligus menanggapi untuk merespons maraknya kasus dugaan suap yang menjerat para hakim mulai dari kasus dugaan suap di lingkungan MA yang menjerat eks Sekretaris MA Hasbi Hasan dan Nurhadi hingga kasus dugaan suap dalam vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara dugaan pembunuhan Dini Sera yang menjerat tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Kasus suap hakim yang paling baru adalah dugaan suap pada vonis lepas dalam dugaan tindak pidana korupsi ekspor minyak mentah atau CPO dengan terdakwa korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

“Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi,” demikian dikutip dari pernyataan tertulis ICW, Rabu (16/4/2025).

“Mereka diduga menerima suap untuk “mengatur” hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp107,999,281,345,” sambung ICW.

ICW menilai, perlunya ada pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal Mahkamah Agung (MA) karena hal ini menunjukkan bahaya mafia peradilan dengan praktik jual beli vonis untuk merekayasa putusan.

Dengan begitu, ICW mendesak MA untuk memandang fenomena mafia peradilan sebagai masalah serius yang harus segera diberantas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI