Soal Dugaan Intimidasi Penulis Opini Jenderal di Jabatal Sipil, Istana: Pemerintah Ingin Itu Dibina

Senin, 26 Mei 2025 | 15:41 WIB
Soal Dugaan Intimidasi Penulis Opini Jenderal di Jabatal Sipil, Istana: Pemerintah Ingin Itu Dibina
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi menanggapi dugaan intimidasi kepada penulis opini di detikcom. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Istana memastikan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sangat konsisten terhadap kebebasan pers. Istana sekaligus menekankan bahwa Prabowo meletakan pundungan Hak Asasi Manusia di posisi pertama dalam Asta Cita.

Hal itu disampaikan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi menanggapi dugaan intimidasi kepada penulis opini di detikcom.

"Dan sampai hari ini pemerintah sangat konsisten dan konsekuen menjalankan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Begitu juga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers, dan itu semua dipayungi oleh Pasal 28 Undang-Undang 1945. Pemerintah sampai hari ini konsisten dengan itu," kata Hasan di kantor PCO di Gedung Kwarnas, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

Hasan menegaskan sekaligus bahwa pemerintah tidak masalah dengan tulisan opini. Pemerintah juga tidak melakukan komplain apapun terhadap tulisan opini.

"Kalau untuk kasus seperti itu, kalau dari kita tulisan-tulisan opini selama ini pemerintah tidak punya masalah, tidak punya komplain dengan tulisan-tulisan opini," kata Hasan.

Hasan lantas mencontohkan kasus mahasiswa pembuat meme Prabowo dan Jokowi yang kemudian penahannya ditangguhkan dan anggota DPR mengajukan diri menjadi penjamin.

"Karena pemerintah lebih menginginkan yang seperti itu dibina, bukan dihukum," kata Hasan.

Kendati belum membaca isi tulisan opini terkait, menurut Hasan, tulisan tersebut bisa ditayangkan kembali.

"Kalau perlu tulisannya dinaikin lagi, nggak apa-apa. Kalau misalnya kalau perlu tulisannya, saya belum baca tulisannya. Teman-teman, saya nggak tahu, teman-teman sudah baca?. Kalau perlu naikin lagi aja tulisannya, dipasang lagi aja tulisannya," kata Hasan.

Baca Juga: Terima Kunjungan PM Li Qiang, Presiden Prabowo Yakin Kerja Sama Indonesia-Tiongkok Bawa Kebaikan

Hasan sendiri enggan menanggapi lebih jauh perihal isi tulisan yang menyoroti tidak adanya meritokrasi di Kementerian Keuangan buntut penunjukan Letjen TNI Djaka Budi Utama sebagai Dirjen Bea dan Cukai. Diketahui opini tersebut berjudul "Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN!".

"Saya tidak mau menanggapi tulisan itu, saya belum baca tulisan itu. Tapi jika terkait dengan penunjukan Dirjen Bea Cukai, misalnya di Kementerian Keuangan, yang bersangkutan sudah mengundurkan diri tanggal 2 Mei, dan tanggal 6 Mei sudah keluar pemberhentian dari presiden, pemberhentian yang bersangkutan dalam dinas keperajuritan mereka, dari dinas keperajuritan Letnan Jenderal Djaka," kata Hasan.

"Jadi sekarang Dirjan Bea Cukai yang baru saja dilantik itu statusnya adalah purnawirawan, sama sipil. Dan status kepegawainya di Kementerian Keuangan itu berarti P3K. P3K yang menjabat sebagai Dirjen Bea Cukai," sambung Hasan.

Respons TNI

Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI, Kristomei Sianturi, menyebut pihaknya tidak pernah terlibat dalam aksi mengintimidasi seseorang yang menggunakan hak kebebasan berpendapatnya.

"TNI tidak pernah dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan intimidatif terhadap warga yang menjalankan hak konstitusionalnya dalam menyampaikan pendapat," Kata Kristomei dalam siaran pers resmi Mabes TNI, seperti dikutip dari Antara, Senin (26/5/2025).

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) didampingi Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu (kedua kiri) dan Suahasil Nazara (kedua kanan) menyaksikan Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama (kiri) menandatangani berkas memori serah terima jabatan pada pelantikan pejabat eselon I Kementerian Keuangan di Aula Mezanine Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). [Antara]
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) didampingi Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu (kedua kiri) dan Suahasil Nazara (kedua kanan) menyaksikan Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama (kiri) menandatangani berkas memori serah terima jabatan pada pelantikan pejabat eselon I Kementerian Keuangan di Aula Mezanine Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). [Antara]

Penegasan itu disampaikan Kristomei berkaitan dengan adanya intimidasi terhadap seseorang setelah menulis tulisan atau pendapat terkait keterlibatan TNI dalam jabatan sipil di salah satu media massa Indonesia.

TNI kata dia, sangat mendukung prinsip kebebasan berpendapat di muka umum serta terbuka akan kritik dari masyarakat.

"Setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi, pendapat, maupun kritik secara terbuka dan bertanggung jawab," kata Kristomei.

Kristomei mengatakan kebebasan berpendapat adalah bagian dari prinsip demokrasi yang harus di jaga TNI.

Karenanya, setiap hak warga dalam memberikan pendapat haruslah dilindungi pemerintah, termasuk TNI.

Kristomei sendiri tidak membenarkan tindakan intimidatif terhadap seseorang yang menggunakan hak kebebasan berpendapatnya.

Menurut dia, pihak yang mengintimidasi seseorang karena menggunakan hak kebebasan berpendapatnya harus ditindak secara hukum.

Selain itu Kristomei juga tidak membenarkan beberapa pihak yang terkesan menyudutkan instansinya karena dianggap terlibat dalam aksi intimidasi tersebut.

"TNI mengajak masyarakat untuk tetap waspada terhadap upaya-upaya provokasi dan penggiringan opini yang menyesatkan," kata Kristomei.

"Kami menolak keras segala bentuk tuduhan yang diarahkan kepada TNI tanpa bukti, data, fakta yang kredibel dan sah," tambah dia.

Minta Diusut Tuntas

Sebelumnya pada Kamis 22 Mei 2025 pagi, media Detik.com menghapus artikel opini berjudul "Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?" yang semula tayang di rubrik kolom.

Artikel tersebut menyajikan kritikan tajam mengenai penempatan seorang jenderal pada posisi jabatan sipil dan mempertanyakan sistem merit dalam Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tak lama setelah artikel tersebut terbit, penulis dengan inisial YF mengaku menerima intimidasiyang mengganggu keselamatan pribadinya.

Kondisi ini membuat YF meminta Detik.com agar segera menghapus artikelnya sebagai langkah perlindungan.

Selain itu, YF juga melaporkan kejadian intimidasiyang dialaminya kepada Dewan Pers, berharap adanya mekanisme perlindungan yang lebih baik bagi mereka yang menyuarakan opini kritis.

Pihak Detik.com kemudian menghapus artikel tersebut dari laman Detik.com dengan menyebutkan bahwa penghapusan artikel atas permintaan penulis dan demi menjaga keselamatan penulis.

Terkait itu, Ketua AJI Indonesia Nany Afrida, mengatakan kasus ini menegaskan kembali bahwa ancaman pada kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di Indonesia itu nyata adanya.

“AJI mengecam tindakan teror yang dialami oleh YF. Tindakan ini merupakan bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi dan UU Pers No 40/1999,” kata Nany Afrida dalam keterangannya.

Nany menambahkan teror terhadap penulis opini bukan hanya serangan terhadap individu dalam hal berekspresi, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan pers, hak publik atas informasi, dan pilar-pilar demokrasi yang sehat.

“Ini juga dialami narasumber dan penulis opini yang menyuarakan kritik terhadap kekuasaan atau kebijakan publik. Pola ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menciptakan efek gentar (chilling effect), agar masyarakat takut menyampaikan pendapat dan media enggan membuka ruang bagi suara-suara kritis,” kata Nany.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI