Suara.com - Kompol Y dan Ipda AC, dua perwira Polri yang bertugas di wilayah Nusa Tenggara Barat resmi dipecat berdasarkan hasil putusan sidang sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP). Namun, sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dijatuhkan kepada dua polisi itu tidak berkaitan dengan tewasnya Brigadir Nurhadi (NH) diduga akibat dianiaya di sebuah hotel di kawasan Gili Trawangan pada medio Mei 2024 lalu.
Sanksi pemecatan terhadap Kompol Y dan Ipda AC diungkapkan oleh Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Mohammad Kholid sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (29/5/2025).
Menurutnya, sanksi PDTH yang dijatuhkan Kompol Y dan Ipda AC karena keduanya terbukti dalam kasus narkotika dan perzinaan.
Dua pasal yang dilanggar kedua perwira Polri itu terkait Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri serta Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Sidang etik menyatakan bahwa perbuatan mereka tidak mencerminkan sikap, perilaku, dan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh anggota Polri. Mereka telah melanggar ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri serta Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Kombes Kholid menjelaskan bahwa perbuatan tidak patut dan tidak layak Kompol Y dan Ipda AC itu berlandaskan pada putusan sidang KKEP yang digelar di ruang sidang Bidang Propam Polda NTB pada Selasa (27/5) lalu.
Diduga Terlibat Kasus Brigadir NH
Dengan menyampaikan hal tersebut, isu yang sebelumnya tersiar di tengah masyarakat terkait dengan dugaan kedua perwira tersebut menganiaya Brigadir NH hingga meninggal itu tidak muncul dari putusan sidang etik yang merujuk pada Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri menyebutkan bahwa setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang menyampaikan laporan yang tidak benar kepada atasan.
Baca Juga: Curigai Bareskrim, Rismon Sebut Skripsi Jokowi Pakai Font Times New Roman: Tak Sesuai Zamannya!
Dalam penerapan Pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri itu berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika dan perzinaan.
Pasal 13 huruf e Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri menyebutkan bahwa setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian dilarang melakukan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang meliputi menyimpan, menggunakan, mengedarkan dan/atau memproduksi narkotika, psikotropika dan obat terlarang.
Dalam Pasal 13 huruf e Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri menyebutkan bahwa setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian dilarang melakukan perzinaan dan/atau perselingkuhan.
Selanjutnya, Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri itu berkaitan dengan penerapan PTDH.
Dalam uraian peraturan, Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri itu menyebutkan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Resmi Ditahan Propam