Dicecar 97 Pertanyaan soal Ijazah Jokowi, Rismon Sianipar Bingung Peneliti Perlu Izin Polisi

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:41 WIB
Dicecar 97 Pertanyaan soal Ijazah Jokowi, Rismon Sianipar Bingung Peneliti Perlu Izin Polisi
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro (keempat kanan) bersama Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko (kedua kiri), dan Kepala Pusat Laboratorium Forensik (Kapuslabfor) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Sudjarwoko (kedua kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers tentang hasil penyelidikan pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (22/5/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/tom]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli forensik digital Rismon Sianipar telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Senin (26/5/2025) dan Rismon Sianipar mengaku mendapat 97 pertanyaan dari penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).

Namun, usai diperiksa oleh Polda Metro Jaya, pemilik nama lengkap Rismon Hasiholan Sianipar tersebut justru merasa sedih dan bingung dengan salah satu pertanyaan penyidik yang dilayangkan padanya.

Hal ini dibeberkan oleh Rismon Sianipar dalam podcast yang tayang di kanal YouTube Sentana TV berjudul "Bongkar Isi Pemeriksaan dr Rismon di Polda, 97 Pertanyaan Dalam 6 Jam!!".

Pasalnya, Rismon Sianipar ditanya perihal kewenangannya dalam meneliti ijazah milik Jokowi.

"Saya ditanya siapa yang memberikan otoritas anda untuk meneliti ini. Kok peneliti perlu otorisas polisi? Apakah di Indonesia ini peneliti ingin meneliti sesuatu itu perlu izin kepolisian atau kejaksaan atau kehakiman? Kan kacau," ucap Rismon Sianipar.

Menurutnya, setiap peneliti memiliki hak untuk meneliti apapun tanpa diintervensi. Jika di kemudian hari para peneliti harus memiliki otoritas dari institusi tertentu, maka hal itu dapat menimbulkan rasa takut.

"Peneliti kan harus independen, tanpa intervensi. Artinya, dia mau meneliti apa ya tidak perlu otoritas kepolisian atau institusi apapun, itulah kemerdekaan dari seorang peneliti. Kalau itu tidak dijaga di Indonesia, maka nanti para peneliti ini akan menjadi semakin takut untuk meneliti," lanjutnya lagi.

Padahal menurut Rismon Sianipar, ijazah yang ditelitinya pun diperoleh dari Politisi PSI Dian Sandi Utama. Namun, tindakan yang dilakukannya seolah-olah ilegal.

"Jadi seolah-olah apa hak anda meneliti ijazah Jokowi yang diunggah oleh Dian Sandi dan apa hak anda untuk meneliti lembar pengesahan skripsi Joko Widodo. Waduh, kok sepertinya ingin menggiring bahwa seolah-olah kita nggak punya hak gitu atau ilegal. Saya sedih sih dengan pertanyaan itu. Bagaimana kok seolah-olah kita butuh izin kepolisian atau izin hakim atau izin otoritas tertentu untuk meneliti sesuatu yang bagi kita, publik, itu perlu jawaban," sambung Rismon Sianipar.

Baca Juga: Kembali Diperiksa Kasus Ijazah Jokowi, Dian Sandi Bawa Flashdisk Misterius, Apa Isinya?

Rismon Sianipar menilai, jika memang penelitiannya ingin disanggah maka ia berharap mendapatkan sanggahan yang juga bersifat saintifik.

"Saya capek secara psikis, kok begini ya negara kita. Bagaimana kalau saya mengatakan analisa saya saat itu menyebut bahwa ijazah maupun skripsi Jokowi asli, tentu saya tidak dilaporkan. Jadi sebenarnya ini bukan masalah kajian ilmiah atau apa, hasilmu itu tidak disukai oleh orang tersebut gitu. Jadi sedih, negara kita berdemokrasi ini ya kalau kajian ilmiah balas dengan kajian ilmiah, perdebatan, balas buku dengan buku gitu," ungkapnya.

Alih-alih merasa takut karena dipanggil oleh Polda Metro Jaya, Rismon Sianipar merasa sedih karena penelitian yang dilakukannya berakhir sebagai laporan polisi. Ia berpikir bahwa hal ini bisa mempengaruhi para peneliti di masa mendatang.

"Bukan takut sih, sedih saya. Kenapa negara ini menjadi seperti ini ya, bahwa kajian ilmiah kok berakhir di meja laporan polisi, itu menyedihkan. Bukan karena nasib saya, tetapi generasi ke depan ini bagaimana? Dipikirkanlah, Pak Prabowo Subianto. Bagaimana generasi ke depan kalau takut menganalisa, membuat kajian yang berseberangan, tidak suka dengan pejabat tertentu, terus dikatakan 'oh kajian anda salah, anda tidak punya otoritas, siapa yang menyuruh anda seperti ini, apakah anda sudah minta izin dengan Pak Jokowi'. Waduh, saya kan ingin menjawab apa yang diunggah oleh Dian Sandi bahwa yang dikatakan asli, saya bantah dengan kajian ilmiah," tambahnya lagi.

Rismon Sianipar juga mengaku bahwa beberapa rekan sejawatnya pun setuju dengan analisa yang dilakukannya. Hanya saja, mereka terlalu takut untuk bersuara dan memilih untuk diam.

"Saya hubungi beberapa teman dosen, memang setuju dengan analisa saya, tapi dia berpikir untuk menjadi diam, berposisi sebagai 'saya takut, saya nanti dibeginikan, saya nggak punya gaji, anak saya bagaimana' ya selesai. Ribuan doktor, ribuan profesor, ribuan sarjana, nggak bakal berguna untuk publik kalau dia malah tidak membantu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan publik," jelas Rismon Sianipar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI