Pengacara Hasto Cecar Ahli Soal Pelaporan Penyidik yang Dianggap Perintangan Penyidikan: Ini Bahaya

Kamis, 05 Juni 2025 | 20:54 WIB
Pengacara Hasto Cecar Ahli Soal Pelaporan Penyidik yang Dianggap Perintangan Penyidikan: Ini Bahaya
Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar saat dihadirkan di sidang kasus korupsi Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Suara.com/Dea)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menyoroti pernyataan Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar soal perintangan penyidikan.

Hal itu terjadi saat Fatahillah menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Hasto sebagai terdakwa.

Ronny mempertanyakan kesimpulan Fatahillah dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menyebut bahwa pelaporan terhadap penyidik ke sejumlah lembaga seperti Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Dewan Pengawas KPK, bisa dikaitkan dengan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

“Hampir semua di keterangan ahli pidana ini yang menyampaikan terkait dengan obstruction of justice. Kalau saya dapatkan di BAP saudara ahli ini di nomor 35. Sedangkan kalau di BAP saksi yang lainnya beda nomor aja. Ahli yang lainnya itu pada poin 36, kalau di saudara ahli itu di 35,” kata Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

Berdasarkan ilustrasi yang disampaikan dalam BAP, lanjut Ronny, seseorang yang sedang menghadapi proses hukum karena perkara korupsi melakukan sejumlah tindakan untuk menghindari penetapan sebagai tersangka, termasuk melaporkan penyidik ke berbagai lembaga.

“Saya ambil poinnya itu adalah melaporkan penyidik ke Komnas HAM, Dewas KPK, Bareskrim Polri, Polda Metro Jaya, dengan alasan mengada-ada, melakukan pemberitaan secara konsisten dengan maksud menggalang opini masyarakat bahwa yang bersangkutan tidak terlibat dalam kasus tersebut,” tutur Ronny.

Menurut dia, jika tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk perintangan penyidikan, maka hal itu bisa mengancam hak warga negara untuk melapor.

“Ini bahaya loh Pak, Bapak harus revisi loh ini. Jangan, Pak. Ini hak hukum loh, orang melaporkan kepada Komnas HAM, itu dilindungi undang-undang,” ucap Ronny.

Menanggapi itu, Fatahillah menyebut bahwa konteks ilustrasi tidak bisa langsung disimpulkan sebagai perbuatan pidana tanpa melihat keseluruhan fakta.

Baca Juga: Saksi Ahli: KPK Perlu Izin untuk Sadap Percakapan Telepon dalam Kasus Hasto Sekjen PDIP

“Saya boleh jelaskan dulu, Pak? Dalam konteks kasus ini, makanya memang saya juga, kalau berbicara langsung pada ilustrasi juga agak repot,” ujar Fatahillah.

Ronny kemudian menyatakan bahwa ahli pidana memiliki peran penting dalam persidangan dan pendapatnya sangat diperhatikan publik.

“Bapak ini ahli, tolong Pak. Kita ditonton satu Indonesia. Keahlian Bapak sebagai ahli pidana ini sangat diuji di persidangan ini, Pak,” tegas Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional itu.

Lebih lanjut, Ronny langsung menyinggung apakah melapor ke Dewas KPK dan ke Komnas HAM bisa dianggap perintangan penyidikan sebagaimana yang disampaikan ahli dalam BAP.

“Pak, ke Dewas KPK itu merintangi penyidikan?” tanya Ronny.

“Kalau itu tidak,” jawab Fatahillah.

“Melaporkan ke Komnas HAM itu merintangi penyidikan?” cecar Ronny.

“Kalau itu tidak,” tandas Fatahillah.

Dalam konteks perkara ini, kubu Hasto melaporkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas KPK, Komnas HAM, hingga Bareskrim Polri.

Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.

“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.

Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.

Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.

“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.

Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.

Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.

“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.

Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI