Saksi Ahli: KPK Perlu Izin untuk Sadap Percakapan Telepon dalam Kasus Hasto Sekjen PDIP

Kamis, 05 Juni 2025 | 20:43 WIB
Saksi Ahli: KPK Perlu Izin untuk Sadap Percakapan Telepon dalam Kasus Hasto Sekjen PDIP
Hasto Kristiyanto, terdakwa kasus dugaan perintangan penyidik kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (16/5/2025). [Antara/Bayu Pratama]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar menjelaskan bahwa hasil penyadapan tidak sah sebagai alat bukti bila diperoleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa seizin Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Hal itu disampaikan Fatahillah dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.

Dalam perkara itu KPK sebelumnya membuka beberapa hasil penyadapan percakapan telepon dari beberapa pihak yang terkait dalam kasus tersebut.

Fatahillah menjelaskan tidak sahnya hasil penyadapan berlaku jika diperoleh dalam kurun waktu di bawah periode 2021 atau tepatnya setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 yang mengatur perihal penyadapan diubah harus seizin Dewas.

"Berarti setelah putusan MA, ke depan, enggak perlu lagi penyadapan KPK izin Dewas begitu ya?" kata Kuasa Hukum Hasto, Febri Diansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

"Tapi perlu memberitahukan," jawab Fatahillah.

Fatahillah menyampaikan bahwa jika hasil penyadapan diperoleh sebelum MK membatalkan undang-undang 19 tahun 2019, maka penyidik harus mendapatkan izin dari Dewas KPK.

"Ya seharusnya mendapatkan izin ya," ujar Fatahillah.

"Kalau tidak ada izin Dewas sah engga bukti penyadapan itu?" tanya Febri.

Baca Juga: Hasto PDIP Getol Puasa di Penjara Sambil Tulis Buku, Apa Tujuannya?

"Mungkin dalam konteks ini kalo tidak menggunakan izin tersebut ya tidak sah," sahut Fatahillah.

Dia menjelaskan penyidik KPK mesti tunduk dengan aturan yang mengatur proses penyadapan supaya alat bukti yang diperoleh bisa digunakan secara sah.

"Tadi kan disebut KPK berwenang melakukan penyadapan di tahap penyelidikan, penuntutan, dan seterusnya. Kalau penyelidikannya dilakukan sejak tanggal 20 Desember tahun 2019 sementara undang-undang 19 ini diundangkan pada 17 Oktober 2019, artinya sebelumnya. Wajib tunduk engga proses penyadapan yang dimulai di penyelidikan 20 Desember dengan undang undang ini, undang-undang KPK?" cecar Febri.

"Ya kalau dia dimulainya setelah undang-undang KPK, ya tunduk," timpal Fatahillah.

Lebih lanjut, Fatahillah menyampaikan bahwa perolehan alat bukti harus dilihat justifikasi atau alasan atau dasar hukum yang sah dan dapat diterima.

Dia menilai jika tak ada justifikasi terhadap alat bukti, maka tidak bisa digunakan dalam proses persidangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI