Suara.com - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan bahwa dirinya maupun lembaganya terbuka terhadap kritik.
Hal tersebut ditegaskan Hasan menanggapi sikap Koalisi Cek Fakta yang mengecam narasi Presidential Communication Office (PCO) yang melabeli sebuah konten dari media Kompas.com, Kompas TV, dan Tirto ID sebagai click bait. Label ini diunggah lewat akun @cekfakta.ri serta menandai akun @pco.ri.
"Nggak apa-apa. Maksudnya, kita juga tidak menutup diri untuk dikritik," kata Hasan dalam sesi tanya jawab di Talkshow Interaktif 'Bagaimana Menghadapi Medan Perang Baru, Cognitive Warfare: Media, Narasi, dan Membangun Persepti!' di Antara Heritage Center, Jakarta Pusat, Senin 16 Juni 2025.
Namun di sisi lain, Hasan mengajak agar media juga dapat memperbaiki diri. Ia sendiri mendorong media memroduksi konten cek fakta sebanyak mungkin.
"Tapi, ayo sama-sama kita perbaiki diri kita sama-sama. Kita juga mendorong teman-teman media sebanyak mungkin membuat kanal cek fakta, tapi jangan juga kemudian jadi otoriter pemerintah tidak bisa kasih cek fakta," kata Hasan.
Hasan menyampaikan bahwa pemerintah membuka ruang baik kepada media maupun nonmedia sekalipun untuk memproduksi konten cek fakta.
Menurutnya pemerintah juga terbantu dengan adanya konten cek fakta, dalam hal ini untuk meluruskan fakta-fakta yang tidak benar.
"Tapi jangan pilih-pilih. Maksudnya kemarin ada media yang protes kemudian nulis, dengan ketidakakuratan itu juga jadi disinformasi," kata Hasan.
Harus Akurat
Baca Juga: Sikap Tegas RI Soal Perang Iran-Israel: Presiden Prabowo Serukan 3 Hal Mendesak
Hasan menegaskan pentingnya keakuratan dalam sebuah informasi. Ia mengemukakan bahwa akurasi menjadi penting.
Bahkan menurutnya tiga hal penting yang harus dipikirkan adalah akurasi, setelahnya baru soal pemilihan sudut pandang.
"Sama kayak kamu sayang siapa? Ibumu, ibumu, ibumu, baru bapakmu. Ini akurasi, akurasi, akurasi, baru yang lain. Baru angle menarik lah, baru interest publik lah, jadi tiga kali akurasi baru yang lain," kata Hasan.
"Karena kalau kita mengorbankan akurasi demi kecepatan, orang bisa salah paham, mengorbankan akurasi demi menariknya sebuah info juga," sambung Hasan.
Hasan mencontohkan sebuah berita yang menurutnya tidak disampaikan secara utuh di judul.
Pemberitaan tersebut terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat konferensi pers bersama Presiden Perancis Emmanuel Macron.
"Kita beberapa waktu lalu ketika Macron ke ini, ada judul berita 'Pesiden Prabowo akan mengakui Israel', nggak dilanjutin kalimatnya, tidak dilanjutin kalimat utuhnya."
"Ini kan mengorbankan, masuk ke cognitive warfare nih, mengorbankan persepsi masyarakat secara umum karena kadang mereka nggak baca beritanya, mereka baca judul langsung ambil kesimpulan, langsung posting di media sosial, langsung share di itu ke mana-mana, di-capture, di-share ke mana-mana dengan penuh kebencian," tutur Hasan.
Hasan mengingatkan dampak yang akan timbul bila publik terus menerus disampaikan informasi yang tidak utuh, sebagaimana contoh di atas.
"Kalau tiap hari ada begini, bangsa kita akan yang dirusak itu pikiran ini yang dihancurkan. Mental kita jadi hancur, rusak mental kita gara-gara ketidakakuratan. Jangan sepelekan akurasi seolah bisa diedit, seolah bisa diperbaiki kalau begitu ada komplain, ada protes," kata Hasan.
"Perlu ada kesadaran media jg harus ikut sama-sama dalam menegakkan kebenaran, menyampaikan info yang benar. Silakan bikin cek fakta. Kalau kita dikritik nggak apa-apa, kita perbaiki diri nanti, tapi temen-teman juga harus memperbaiki diri," sambung Hasan.
Kecaman Koalisi Cek Fakta
Koalisi Cek Fakta mengecam narasi mengecam narasi yang dipublikasikan Kantor Komunikasi Kepresidenan lewat sejumlah konten media sosial yang diunggah ke akun Instagram @cekfakta.ri milik pemerintah.
Alasannya, lembaga yang dinaungi Hasan Nasbi ini melabeli sebuah konten dari media Kompas.com, Kompas TV, dan Tirto ID sebagai click bait. Label ini diunggah lewat akun @cekfakta.ri serta menandai akun @pco.ri
Akun yang dikelola Kantor Komunikasi Kepresidenan RI itu menyatakan pemberitaan dari tiga media tersebut menampilkan potongan tidak utuh dari konferensi pers Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi terkait situasi lapangan kerja di Indonesia.
"Sehingga menimbulkan kesan keliru seolah-olah beliau, atas nama lembaganya, membantah kenyataan di lapangan dan menyepelekan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK)," tulis akun @cekfakta.ri dan @pco.ri.
"Koalisi menilai pelabelan stigma ‘click-bait’ pada konten berita media arus utama yang disertai tangkapan layar pemberitaan Kompas.com, Kompas TV, dan Tirto ID pada Rabu, 4 Juni 2025 adalah serangan tak berdasar pada kredibilitas jurnalisme dan kualitas media arus utama," kata Koalisi Cek Fakta lewat pernyataan tertulis, Kamis 12 Juni 2025.
Tak hanya menyerang kredibilitas media, Koalisi Cek Fakta mengatakan kalau tindakan PCO memberikan label click-bait pada konten pemberitaan di media mencirikan kurangnya pemahaman Kantor Komunikasi KepresidenanRI atas UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Undang-undang ini jelas mengatur mekanisme bagi semua pihak yang merasa keberatan dengan pemberitaan media melalui hak koreksi dan hak jawab," kata Koalisi.
Menurut Koalisi, mekanisme ini memang berfungsi sebagai pengingat atau koreksi pada media agar selalu berhati-hati dalam rantai produksi berita. Namun apabila ditemukan kesalahan, media harus mengumumkan kesalahan dan memuat hak koreksi serta hak jawab yang diterimanya.
"Jika media abai terhadap hak koreksi dan hak jawab, pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan kasusnya kepada Dewan Pers," lanjut Koalisi.
Selain itu, Koalisi Cek Fakta juga mempertanyakan mekanisme dan prosedur pemeriksaan fakta pada akun @cekfakta.ri yang pertama kali mengunggah kontennya pada 21 Mei 2025 lalu.
Pada konten awalnya, PCO menjelaskan akun tersebut adalah kanal untuk melakukan pelurusan informasi yang terpapar disinformasi, fitnah, dan kebencian.
Lanjut di konten kedua, akun tersebut berisi informasi yang bermaksud meluruskan disinformasi soal Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat.
Takarir (caption) konten yang diunggah pada 23 Mei 2025 menyatakan:
“Dalam pekan ini, beredar disinformasi bahwa Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat dianggap bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. Simak penjelasan berikut untuk mengetahui lebih lanjut terkait program Kemendiktisaintek dan Kemensos ini!”
Koalisi Cek Fakta menganggap konten tersebut sama sekali tidak menampilkan apa disinformasi yang dimaksud serta bagaimana metode pemeriksaan fakta atas hal tersebut.
"Alih-alih menjadi konten pemeriksaan fakta, unggahan tersebut lebih mendekati propaganda," tegas Koalisi Cek Fakta.
Padahal, panduan International Fact Checking Network (IFCN) dan berbagai referensi akademik menegaskan pentingnya sikap nonpartisan dari lembaga pemeriksa fakta.
Menurut Koalisi, bersikap netral terhadap kebijakan pemerintah merupakan nilai penting yang dipegang semua lembaga pemeriksa fakta yang terverifikasi secara global.
"Jika konten cek fakta PCO ingin dianggap kredibel, maka Kantor Komunikasi Kepresidenan harus menerapkan prinsip-prinsip cek fakta internasional yakni independen, transparan, menggunakan metodologi yang terukur serta dapat dipertanggungjawabkan, terbuka atas kritik, dan imparsial dalam produksi konten cek fakta mereka," tegas Koalisi.
Berangkat dari dua kritik tersebut, berikut pernyataan sikap dari Koalisi Cek Fakta:
- Mengecam pelabelan konten berita pada media dengan stigma 'clickbait' oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan
- Mendorong Kantor Komunikasi Kepresidenanuntuk memanfaatkan hak koreksi dan hak jawab apabila merasa ada konten berita yang dianggap tidak sesuai fakta dan melanggar kode etik jurnalistik.
- Mendorong Kantor Komunikasi Kepresidenan menempuh prosedur dan mekanisme keberatan kepada Dewan Pers atas konten berita yang tayang di media massa.
- Menuntut Kantor Komunikasi Kepresidenan membuka metodologi pemeriksaan fakta atas klaim-klaim yang diunggah ke media sosial.
- Mendesak Kantor Komunikasi Kepresidenan mengganti nama akun @cekfakta.ri dengan nama lain karena narasi dan kontennya tidak sesuai dengan prinsip dan standar IFCN.
Koalisi Cek Fakta (cekfakta.com) sendiri merupakan upaya kolaboratif pengecekan fakta yang diinisiasi Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia).
Kolaborasi ini diluncurkan di ‘Trusted Media Summit 2018’ pada Sabtu, 5 Mei 2018 di Jakarta dengan melibatkan puluhan media online di Indonesia serta jejaring ratusan pemeriksa fakta di seluruh Indonesia. Saat ini kolaborasi ini melibatkan setidaknya 100 media yang ada di Indonesia.