Mantan Pejabat Kemenkes Divonis 3 Tahun Penjara, Jaksa KPK Ajukan Banding

Selasa, 17 Juni 2025 | 20:34 WIB
Mantan Pejabat Kemenkes Divonis 3 Tahun Penjara, Jaksa KPK Ajukan Banding
Eks Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana dijatuhi hukuman pidana 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta. [Suara.com/Dea]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pasalnya, dia dianggap bersalah dalam kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kemenkes.

Sidang pengadilan 3 terdakwa kasus korupsi pengadaan APD Covid-19 Kemenkes tahun 2020 di Pengadilan Tipikor Jakarta. [ANTARA/Agatha Olivia Victoria]
Sidang pengadilan 3 terdakwa kasus korupsi pengadaan APD Covid-19 Kemenkes tahun 2020 di Pengadilan Tipikor Jakarta. [ANTARA/Agatha Olivia Victoria]

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat 16 Mei 2025.

Tak hanya itu, Budi Sylvana juga dituntut untuk membayar pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar, diganti tiga bulan kurungan badan.

Didakwa Rugikan Negara Rp 319 Miliar

Sebelumnya diketahui, tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) didakwa merugikan negara Rp319 miliar.

Jumlah kerugian tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tentang Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan APD pada Kemenkes RI menggunakan Dana Siap Pakai pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (DSP BNPB) Tahun 2020 Nomor PE.03.03/SR/SP-680/D5/02/2024 tanggal 8 Juli 2024.

Jaksa mendakwa ketiga terdakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukim berupa negosiasi harga APD sebanyak 170 ribu set. Namun, jaksa menyebut bahwa negosiasi tersebut dilakukan tanpa menggunakan surat pesanan.

“Melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5 juta set, menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp10 miliar untuk membayarkan 170 ribu set APD tanpa ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran," ujar jaksa.

“Serta menerima pembayaran terhadap 1.010.000 set APD merek BOH0 sebesar Rp711.284.704.680 (Rp711 miliar) untuk PT PPM dan PT EKI," sambung dia.

Baca Juga: 3 Sosok di Balik Korupsi APD COVID-19 Rp319 Miliar, Ada Pejabat Tinggi Kemenkes

PT EKI disebut tidak memiliki izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). Kemudian, jaksa juga mengatakan PT EKI dan PT PPM tidak menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada kesepakatan negosiasi APD.

"Melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat, yaitu efektif, transparan, dan akuntabel yang bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan," katanya.

Untuk itu, para terdakwa dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI