“Padahal, pelanggan ini menggunakan air untuk kebutuhan dasar rumah tangga sehari-hari dan bukan untuk kegiatan komersial,” ungkap Francine.
Dalam pandangannya, Fraksi PSI menyoroti permasalahan dalam penyediaan air minum di Jakarta. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2024, PAM Jaya mencatatkan pendapatan usaha sebesar 2,9 triliun rupiah dengan laba bersih mencapai Rp735 miliar.
“Namun ironisnya, pada tahun yang sama Pemprov DKI Jakarta justru menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 730 Tahun 2024 yang menaikkan tarif air minum secara signifikan, khususnya terhadap pelanggan hunian vertikal seperti apartemen,” demikian disampaikan oleh Fraksi PSI.
Fraksi PSI menilai bahwa kebijakan kenaikan tarif tersebut menyalahi prinsip keadilan dan bertentangan dengan ketentuan tarif batas atas serta ketentuan pengelompokan pelanggan yang tertuang dalam Pasal 2, Pasal 12, dan Pasal 13 Pergub DKI Jakarta Nomor 37 Tahun 2024 serta Pasal 7A dan Pasal 9 Permendagri Nomor 21 Tahun 2020.
Lebih dari itu, kebijakan ini dinilai mengabaikan ketentuan normatif dalam Pergub a quo serta Permendagri a quo, yang secara tegas mengamanatkan bahwa penetapan tarif air minum harus mempertimbangkan asas keterjangkauan dan keadilan sosial.
Fraksi PSI mempertanyakan keberpihakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang justru menaikkan beban masyarakat pada saat PAM Jaya mencetak laba yang besar.
“Kami meminta agar Kepgub Nomor 730 Tahun 2024 diganti secara menyeluruh, dalam waktu yang secepat-cepatnya agar orientasi kemanfaatan umum sebagaimana diamanatkan pada Peraturan Pemerintah 54 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa pendirian BUMD berbentuk perumda diprioritaskan untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum yang bermutu dalam rangka pemenuhan hajat hidup masyarakat," beber Francine.
"Salah satunya melalui usaha penyediaan pelayanan air minum yang efisien agar terpenuhi,” sambungnya.
Baca Juga: Anak Otto Hasibuan Dicap Dungu, Rocky Gerung: Apa Pun yang Didalilkan, Jokowi Adalah Pembohong!