Naik Level IV Menjadi Awas
PVMBG kembali meningkatkan status gunungapi Lewotobi Laki-Laki dari level III (siaga) menjadi level IV (awas).
Atas kenaikan status tersebut, bagi masyarakat di sekitar Gunung Lewotobi Laki-Laki direkomendasikan untuk mewaspadai potensi banjir lahar hujan pada sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi terutama daerah Dulipali, Padang Pasir, Nobo, Nurabelen, Klatanlo, Hokeng jaya, Boru, Nawakote.
![Kondisi warga yang mengungsi di sebuah gereja akibat erupsi Gunung Lewatobi Laki-Laki di Flores Timur, NTT. [Dok. BNPB]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/18/70973-kondisi-pengungsi.jpg)
Merujuk pada rekomendasi PVMBG dan hasil analisa lapangan sementara, BNPB mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Lewotobi Laki-Laki untuk meningkatkan kewaspadaan serta tidak beraktivitas dalam radius yang telah ditetapkan oleh otoritas setempat dan mengikuti arahan dari petugas lapangan.
"Masyarakat juga diharapkan dapat segera melakukan evakuasi ke lokasi radius yang aman, melindungi diri dari paparan abu vulkanik dengan mempersiapkan masker maupun kain basah serta menghindari area aliran sungai untuk mengantisipasi potensi banjir lahar," pesan Abdul.
Erupsi Besar Semester Awal 2025
Berdasarkan catatan terdahulu, erupsi Lewotobi pada Selasa kemarin termasuk letusan yang besar pada semester awal di tahun 2025.
Sebelumnya letusan dengan tinggi kolom abu antara 6 ribu sampai lebih dari 10 ribu kilometer juga pernah terjadi dalam periode terkini pada akhir 2023 hingga pertengahan 2024 lalu.
Sebagai salah satu gunung api aktif di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Gunung Lewotobi Laki-laki memiliki sejarah panjang aktivitas vulkanik.
Baca Juga: Sebelum Erupsi Setinggi 8.000 Meter, Gunung Lewotobi Alami Gempa Vulkanik Selama Sepekan
Salah satu erupsi besar tercatat terjadi pada tahun 1921, menghasilkan lontaran abu dan material vulkanik ke wilayah sekitarnya, meski dokumentasinya masih terbatas.
Erupsi berikutnya yang signifikan terjadi pada tahun 1935, ditandai dengan letusan eksplosif yang melontarkan abu dan lava pijar serta peningkatan aktivitas kegempaan yang cukup drastis.
Pada tahun 1970, terjadi letusan bertipe strombolian dengan lontaran material hingga beberapa kilometer dari kawah. Letusan ini menyebabkan hujan abu ringan di beberapa desa sekitar lereng gunung.
Dua dekade kemudian, pada tahun 1991, terjadi lagi erupsi yang cukup besar, menjadikannya salah satu yang paling kuat di akhir abad ke-20. Letusan ini berdampak cukup signifikan terhadap aktivitas masyarakat dan menyebabkan peningkatan status gunung ke tingkat siaga.