Alat Bukti 'Ilegal' Kasus Hasto? Ahli Pidana Sebut Tak Bisa Jadi Barang Bukti di Pengadilan

Jum'at, 20 Juni 2025 | 19:36 WIB
Alat Bukti 'Ilegal' Kasus Hasto? Ahli Pidana Sebut Tak Bisa Jadi Barang Bukti di Pengadilan
Sidang kasus korupsi Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Suara.com/Dea)

Suara.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menilai alat bukti yang diperoleh penyidik dengan cara tak profesional, tidak memiliki nilai pembuktian.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Hasto sebagai terdakwa.

"Nah yang paling penting adalah ketika alat bukti itu diperoleh melalui proses penyitaan yang tidak profesional, maka dia tidak punya nilai sebagai alat bukti," kata Chairul di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 20 Juni 2025.

Dia bahkan menyebut ada kemungkinan bahwa penggunaan cara yang tak profesional dalam memperoleh alat bukti bisa dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum lantaran ada yurisprudensi terkait hal tersebut.

"Kalau dikatakan tadi apakah suatu perbuatan melawan hukum, bisa jadi. Itu sebagai perbuatan melawan hukum, ada yurisprudensi terkait dengan hal itu ketika penyitaan terhadap barang yang bukan menjadi barang bukti dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ada yurisprudensinya," ujar Chairul.

Menurut dia, alat bukti yang cara perolehannya tidak sah bisa berpengaruh dalam proses pembuktian. Bahkan, dia menegaskan, alat bukti tersebut tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti.

"Karena diperoleh secara tidak sah, diperoleh dengan cara-cara yang tidak profesional itu menyebabkan dia tidak bisa diguanakan sebagai alat bukti," jelas Chairul.

Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Baca Juga: Hasto Gunakan AI untuk Pledoi di Sidang: Terobosan Hukum atau Ancaman Keadilan?

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.

“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 24 Desember tahun lalu.

Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI